FORUM JAKARTA | Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (e-KTP), Rabu (29/6/2022).
Kepada Gamawan, tim penyidik berusaha mendalami proses pengadaan e-KTP saat ia masih menjabat Mendagri.
“Gamawan Fauzi (mantan Menteri Dalam Negeri RI), hadir dan dikonfirmasi oleh tim penyidik antara lain terkait dengan proses pengadaan e-KTP saat masih menjabat Menteri Dalam Negeri,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (30/6/2022).
Gamawan diperiksa untuk melengkapi berkas perkara Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos (PLS).
Seusai menjalani pemeriksaan, Gamawan mengaku tidak pernah bertemu dengan Paulus Tannos.
“Tidak, mana saya tahu Tannos di mana. Dulu saja tidak pernah ketemu,” ucapnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (29/6/2022).
Gamawan mengatakan bahwa sebelum pengadaan proyek e-KTP sampai sekarang tidak pernah bertemu dengan Paulus Tannos.
“Sejak sebelum tender sampai sekarang tidak pernah ketemu saya,” kata Gamawan.
Dalam pemeriksaannya tersebut, ia mengaku hanya dikonfirmasi mengenai komunikasinya dengan anggota DPR RI 2014-2019 Miryam S. Haryani.
“Dikonfirmasi yang lama saja, Miryam, Miryam,” tuturnya.
Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya pada tanggal 13 Agustus 2019 telah diumumkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP, yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya (ISE), Anggota DPR RI 2014-019 Miryam S. Haryani (MSH), dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi (HSF).
Empat orang itu disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam konstruksi perkara, dijelaskan pula bahwa ketika proyek e-KTP dimulai pada tahun 2011 tersangka Paulus Tannos diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor dan tersangka Husni dan Isnu di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Padahal, Husni dalam hal ini adalah ketua tim teknis dan panitia lelang.
Pertemuan-pertemuan tersebut berlangsung kurang lebih selama 10 bulan dan menghasilkan beberapa “output” di antaranya adalah SOP pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian menjadi dasar untuk penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) yang pada tanggal 11 Februari 2011 ditetapkan oleh Sugiharto selaku PPK Kemendagri.
Tersangka Paulus Tannos juga diduga lakukan pertemuan Andi Agustinus, Johannes Marliem, dan tersangka Isnu untuk bahas pemenangan konsorsium PNRI dan sepakati fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri.
Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait dengan proyek e-KTP tersebut. (tn/ars)