Ginjal akut yang menyerang anak-anak ini bukanlah berita hoaks melainkan kebenaran yang membuat miris jiwa, terutama bagi keluarga korban. Diberitakan anak-anak yang dominan terkena gagal ginjal ini usia 1-5 tahun ke atas dan tidak sedikit dari mereka meninggal dunia, untuk penyebab utamanya belum dapat dipastikan, tetapi dugaan kuat saat ini karena dipicu pengonsumsian obat sirop anak, di dalamnya terdapat kandungan yang bisa membuat gagal ginjal dan dosisnya terlalu tinggi.
Gejala ini juga sampailah ke Kota Medan dengan data sementara ada di atas 50 anak yang terkena penyakit ginjal dan ada tambahan lagi sekitar 10-15 anak yang masih dalam pendataan, kata Poncut Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) (tribunmedan, 17/10/2022).
Atas kejadian ini, pemerintah memerintahkan pejabat setempat untuk memastikan obat sirop anak sementara waktu ditiadakan di berbagai toko obat atau yang menjual semacamnya, dan tetap memantau setiap perkembangan korban, tetapi sampai sekarang penyakit ini belum diselesaikan dengan cepat. Padahal, kalau ditangani dengan serius pemicu utamanya akan cepat ditemui dan kesehatan anak tidak mudah terancam.
Tidak sampai di sini saja, usaha yang dilakukan pemerintah harus benar-benar dipastikan anak-anak yang terkena ginjal mendapatkan perawatan, baik mulai dari tempatnya dijamin aman, nyaman, dan steril. Penanganan kesembuhannya pun tidak dilevel bawah, karena penanganan kelas bawah akan lama ditangani dan tidak menutup kemungkinan anak-anak yang imunnya rentan berpenyakit mengalami drop yang drastis, hingga menyebabkan kematian karena minimnya penanganan.
Bukankah dalam rumus demokrasi jaminan kesehatan adalah hak rakyat yang harus diberi dan ditanggung pemerintah? Maka, seharusnya perawatan atau penanganan pada anak diberikan secara berkualitas, karena kasus penyakit ini bukanlah kasus yang dianggap remeh bisa-bisa pemerintah dinilai tidak bertanggungjawab dalam menyelesaikan persoalan ini.
Islam Mampu Mengatasi Berbagai Persoalan
Bagi orang yang berpikir masalah yang datang dalam naungan demokrasi tidaklah akan mampu diselesaikan dengan cepat dan tepat. Pertama, dalam sisi tanggung jawab pemerintah sejauh ini belum menunjukkan bahwa dia adalah kepala negara yang mampu mengurus urusan umat dengan adil dan bijaksana. Kedua, penanganan terbaik untuk mengatasi penyakit ginjal ini sudah ada, tetapi pemerintah menutup kesempatan rakyatnya sembuh secara sempurna tanpa harus ada nyawa yang hilang.
Kedua penyebab ini saja sudah menjadi bukti nyata bahwa berharap sehat dengan keadaan selamat dalam naungan demokrasi tidak akan bisa menjamin siapa pun kecuali adanya kepentingan dan orang-orang yang memiliki andillah yang mendapatkan penanganan khusus hingga dipastikan kematian tidak terjadi kepadanya.
Permasalahan seperti ini dalam pandangan Islam bukanlah permasalahan yang lama ditangani dan sangat mudah diselesaikan. Mengapa? Karena pemimpin dalam Islam mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan hukum syarak. Sebagai kepala negara, pemimpin memahami apa saja tugas dan kewajiban yang harus ditunaikan kepada rakyatnya, termasuklah persoalan kesehatan. Kesehatan adalah kebutuhan mendasar yang wajib diberikan pemimpin tanpa babibu atau alasan lainnya yang menyendat penanganan khusus untuk rakyatnya.
Maka, gejala ginjal semacam ini tidak akan sampai terjadi apalagi dialami anak-anak. Karena pemimpin akan memastikan terlebih dahulu keamanan setiap obat-obatan yang dikonsumsi atau dijual di pasaran. Apakah kandungannya halal dan tayib dan dipastikan tidak mengakibatkan gejala apa pun setelah mengonsumsinya. Jika sudah aman maka obat-obat tersebut sah diperjual belikan.
Soal kesehatannya bagaimana? Tidak sekadar menjamin kehalalan dan tayib dari obat-obatan saja, pemimpin juga memastikan setiap makanan dan minuman yang dijual maupun dikonsumsi rakyat haruslah aman, bebas dari zat bahaya apa pun, sehingga tidak mudah mendatangkan penyakit berat, pastinya kehalalan dan tayib juga dipastikan. Gejala akut seperti ginjal ini pun tidak mudah menjangkit anak-anak, yang seusia mereka seharusnya tidak mengalami.