Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah bagian dari sarana pelayanan publik dan ini merupakan bagian dari tanggung jawab negara dalam memberi jaminan pelayanan kesehatan. Namun, apa jadinya ketika warga (masyarakat) membutuhkan pertolongan ahli medis di saat darurat, tetapi sang petugas tidak melayani dengan baik (bersikap arogan) terhadap pasien?
Baru-baru ini viral berita di media tentang tindakan seorang dokter yang dalam melayani pasien tidak bersikap baik (arogan). Peristiwa ini dialami salah satu warga di kelurahan Sei Putih Tengah Kecamatan Medan Petisah. Salah satu warga Petisah tersebut bernama Dimas Rico Ferdian, ia tinggal di jalan Mistar. Dimas menceritakan peristiwa yang tidak mengenakkan tersebut terjadi ketika ia mengantar ibunya yang akan berobat di puskesmas Rantang di kelurahan Sei Putih Tengah kecamatan Petisah.
Rico Ferdian (33) pun menceritakan kronologis kejadian di UPT puskesmas Rantang. Ketika ia dan ibunya sampai di ruangan dokter yang memeriksa, Ibu pun menjelaskan keluhan yang ia derita. Ibu mengeluhkan kakinya sakit, sudah dikusuk, tetapi tidak sembuh juga. Jadi atas saran tukang kusuk ibu disuruh rontgen dan ibu pun meminta dibuatkan surat rujukan ke dokter untuk memeriksa kakinya yang sakit. Ketika dokter akan membuat surat rujukan ke dokter patah tulang, ibu Dimas pun mengeluhkan kepalanya sering sakit akibat jatuh, serta merta ibu pun meminta dibuatkan surat rujukan ke dokter saraf. Seketika menurut keterangan Rico yang diceritakan ibunya dokter langsung bertanya dengan nada yang kurang mengenakkan, bahwa tujuan utama berobat mau meminta rujukan ke dokter patah tulang atau dokter saraf. Lantas, dokter pun menyuruh ibu (pasien) sekolah dulu baru berobat ujar Rico (waspada, 20/01/2023).
Pernyataan dan sikap seorang dokter kepada pasiennya ketika memberikan pelayanan kesehatan seperti yang dialami ibu dari saudara Rico ini tentu saja sangat tidak beretika. Seharusnya puskesmas yang notabenenya merupakan bagian dari pelayanan publik yang dimiliki oleh pemerintah, tidak boleh ada yang bersikap sombong. Karena ujung tombak pemerintah dalam melayani kesehatan rakyatnya adalah puskesmas dan tujuan dari dibangunnya puskesmas adalah untuk memberi pelayanan kesehatan dengan sepenuh hati dan ikhlas dan dalam memberikan pelayanan kesehatan dokter atau bidan dan tenaga medis lainnya dituntut harus bersikap rendah hati dan ramah.
Apalagi seorang dokter ketika dia akan menjalankan tugasnya, ia telah disumpah terlebih dahulu. Bahwa ketika akan melayani pasien mereka akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, tanpa memiliki kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam menjalankan kewajiban terhadap pasien. Apalagi sekarang seorang dokter yang bekerja di instalasi pemerintah (puskesmas) secara otomatis mereka adalah bagian dari pegawai negara (PNS).Tentunya secara keterikatan mereka (dokter) dalam melayani masyarakat (pasien) tidak boleh semaunya (sombong). Karena keterikatan dinas dengan pemerintah kepintaran mereka (keahliannya) sudah dihargai dan dibayar oleh pemerintah. Jadi seharusnya mereka (dokter) dalam melayani pasien tidak ada lagi perasaan gusar dan meremehkan orang lain dalam hal ini pasien yang berobat.
Dengan adanya kejadian yang menimpa instalasi pemerintah (puskesmas) dengan kejadian seorang dokter bersikap arogan, seharusnya hal ini menjadi pembelajaran ke depannya khususnya jajaran Pemko Medan untuk lebih lagi membina moral dan akhlak para pelayan masyarakat. Agar ke depannya tidak terus berulang kembali, tetapi apa mau dikata, karena negara yang hari ini menjalankan sistem kehidupan bermasyarakatnya masih menganut sistem kapitalis-sekuler. Tidak akan mudah dalam membina moral dan etika seseorang. Karena sistem kapitalis-sekuler jelas memisahkan agama dari kehidupan. Di mana peran moral dan akhlak adalah bagian dari pengajaran dari agama. Sedangkan dalam sistem sekuler agama tidak boleh dibawa dalam kenegaraan. Jadi ketika ditemukan ada pribadi seseorang yang kurang etika dan adabnya, negara tidak bisa membina secara intensif, hanya bisa menegur dan memberi peringatan.
Karena negara yang menganut sistem tatanan kehidupannya kapitalis sekuler peran agama dipisahkan dari kehidupan maka secara akademik negara tidak bisa mengatur secara keseluruhan. Maka ketika mereka yang sedang menempuh pendidikan (sekolah) secara akademik mereka hanya memiliki ilmu yang tinggi, tetapi secara akademik etika dan akhlak tidak bisa didapat secara keseluruhan ini disebabkan karena sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan bernegara jadi moral dan etika tidak bisa diterapkan dan ditetapkan dengan sebaik-baiknya ditingkat akademik. Inilah rusaknya sistem kapitalis sekuler mereka tidak mengedepankan aspek pembangunan manusia secara baik dan benar.
Berbeda sekali dengan sistem Islam. Dalam Islam negara wajib menyediakan pendidikan yang berbasis Aqidah Islam, khususnya pelajaran adab dan akhlak. Kenapa harus adab dan akhlak karena dalam Islam adab (etika) merupakan inti dari ajaran Islam. Seperti yang disampaikan Rasulullah saw. yang dalam hadisnya berbunyi, “Kaum mukmin yang paling sempurna Imamnya adalah yang paling baik akhlaknya.” (h.r. Tirmidzi).
Dengan menyediakan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam, ini bisa melahirkan generasi-generasi yang berilmu tinggi dan beradab. Terlebih mereka yang bekerja dalam bidang jasa (muamalah) terutama dokter (pelayanan kesehatan) yang mereka senantiasa akan selalu berinteraksi dengan sesama manusia. Jadi ketika mereka memiliki adab dan akhlak yang baik, maka ketika mereka bekerja melayani masyarakat, mereka akan menjalankan dengan ikhlas tanpa adanya merendahkan orang lain dan tujuan mereka bekerja pun hanya mengharap rida Allah Swt. itulah pentingnya adab dalam Islam, karena Rasulullah saw. diutus Allah menyempurnakan akhlak umat manusia.
Wallahualam bissawab.