Medan – Persoalan perangkingan yang dilakukan Pansel dalam hasil akhir seleksi Jabatan Tinggi Pratama oleh JPTP Pemprovsu menghasilkan peringkat tiga besar pada 7 jabatan eselon II menuai kritikan dikalangan pengamat kebijakan.
Fakhruddin, pengamat Kebijakan Publik di Sumatera Utara ini melihat ada kejanggalan yang terjadi didalam perangkingan tersebut, pasalnya ini murni panselĀ atau sudah di konsultasikan dengan Gubernur baru di umumkan hasilnya, Jumat (17/2/2023).
“Untuk apa ada penilaian oleh Gubsu sebagai pejabat Pembina Kepegawaian kalau nantinya penetapannya langsung yang rangking satu,” tegas Fakhruddin.
Dikatakannya, penegasan yang dilakukan oleh Sekda selaku Ketua Pansel bahwa lima Pansel bertanggungjawab terhadap hasil Pansel. Seolah menguatkan bahwa hasil ranking akan di lantik menjadi Kepala Dinas dan akan di usulkan ke KASN oleh Gubernur.
“Ada apa ini, nanti jangan-jangan yang rangking-rangking satu itu udah ada yang nitip,” duga pria yang akrab dipanggil Kocu ini.
Menurutnya, Gubernur harus melihat dari elektabilitasnya, bukan berdasarkan kedekatan, intrest kepentingan ataupun kepentingan kelompok, seperti isu yang beredar. “Kita berharap bapak Gubernur jangan berlindung dibelakang Pansel dan harus menganalisa kandidat terbaik dari 3 besar hasil Pansel ini,” pinta Fakhruddin.
Secara terpisah,Ā Ketua Pergerakan Kader Nahdlatul Ulama Provinsi Sumatera Utara (PKNU Sumut), Aulia Andri mengemukakan, seorang Pejabat Eselon II mempunyai peranan yang menentukan dalam menetapkan kebijakan strategis instansi dan bisa menjadi pemimpin bagi bawahannya.
Selain itu, pejabat eselon II juga dituntut untuk mampu memberikan arah dan target yang jelas tentang apa dan bagaimana untuk mencapai serta bisa mengatasi berbagai tuntutan kebijakan pembangunan yang sudah digariskan.
“Pejabat Eselon II harus mempunyai kemampuan memimpin dan mengarahkan organisasi beserta permasalahan internal yang ada di dalam kepemimpinannya,” ujarnya.
Selain itu, pejabat eselon II juga harus mempunyai kemampuan membangun relasi dengan sektor swasta dan dunia usaha serta kepada masyarakat dengan pola hubungan yang ideal dalam konsep pemerintahan yang baik dan bersih.
Sudah seharusnya disadari, bahwa saat ini sudah memasuki era yang penuh dinamika baik politik, ekonomi, sosial dan budaya yang cepat berubah yang bisa berimplikasi pula terhadap birokrasi. Tentunya perubahan tersebut harus diimbangi dengan kecerdasan agar birokrasi bisa tampil lebih profesional dan efektif.
Dia juga melihat, ada pejabat yang mutasi hampir setiap tahun, seolah pejabat tinggi menguasai semua bidang pekerjaan yang ada, orang seperti ini akan menghambat pencapaian visi dan misi Gubernur. “Dengan gonta ganti jabatan dilingkungan Pemprov ini seakan sangat mudah sekali jika mempunyai kedekatan,” sindirnya.
Aulia Andri dan Fakhruddin menilai bahwa perangkingan menandakan hasil seleksi jabatan, baik seleksi jabatan Assessment, uji kompetensi tidak berjalan dengan baik yang penuh dengan kepentingan. “Seharusnya berdasarkan Kompetensi, Kemampuan dan Kredibilitas pejabat yang di angkat,” tegasnya.
Pada masa sisa jabatan Gubernur Sumut ini, Fakhruddin mengharapkan pejabat yang di hasilkan benar-benar bukan rekayasa dan titipan hingga dapat mewujudkan visi masyarakat Sumatera Utara yang maju, aman dan bermartabat. “Mudah-mudah ini bukan rekayasa,” pungkasnya. (cu)