FORUM JAKARTA | Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Pemerintah (Menteri Agama) menetapkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji sebesar Rp 49.812.711,26, dinilai masih sangat mahal. Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pun diminta lebih transparan dalam mengelolah keuangan ibadah umat Islam tersebut.
Penilaian tersebut disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Alwashliyah (GPA), Aminullah Siagian, didampingi Sekretaris Jenderal Muhammad Fadhillah dan Bendahara Guntur Syahputra Al Karim, kepada wartawan, Kamis (16/2/2023).
Secara syar’i, ujar Aminullah, konteks manistatho’a dalam haji akan lebih menitik beratkan kepada jama’ah sebagaimana Syarat dan Rukun Haji. Sedangkan dalam konteks Tabligh, dengan memberikan pelayanan terbaik kepada jamaah, diharapkan dapat dilakukan oleh Pemerintah terkhusus Kementerian Agama Republik Indonesia.
“Namun konteks Shiddiq, Amanah dalam menerapkan perintah Al Qur’an dalam QS Al Baqarah ayat 282-284 tentang transparansi dan akuntabel, yang mana hal ini sangat dititik beratkan kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) secara kolektif colegial,” ujar Aminullah Siagian yang juga mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Himpunan Mahasiswa Al Washliyah.
Menurut Laporan Keuangan BPKH per akhir 2022, dana kelolaan Haji mencapai Rp. 166,01 Triliyun atau meningkat 4,56 persen dibanding saldo Tahun 2021 sebesar Rp. 158,79 Triliyun. Dan dalam hal memutuskan Biaya Perjalanan Haji, keterlibatan BPKH dalam Panjanya telah menghitung Nilai Manfaat, keterlibatan BPKH dari hasil pengelolaan Saldo melalui Penempatan atau Investasi harus lebih bergerilya dan lebih akuntable lagi.
“Ya kita harapkan BPKH yang awalnya telah menetapkan Dana Manfaat sebesar Rp. 40.237.937, namun dengan kinerja yang lebih baik lagi BPKH bisa menambah nilai manfaat tersebut ke jama’ah atau ke Manfaat yang lebih bermakna,” tambah Guntur Syahputra Al Karim.
Dengan demikian, antrian panjang tidak lagi menjadi permasalahan. “Jangan harga mahal, antrian masih panjang, atau tebang pilih keberangkatan, terutama di lingkungan plat merah yang bisa potong kompas untuk berangkat haji tanpa menunggu antrian. Ini juga mengganggu jatah jama’ah, seharusnya berangkat malah terpotong oleh kepentingan rombongan liar,” tukas Muhammad Fadhillah. (zas)