Maraknya foto-foto selfi istri pejabat (ASN) di media sosial dengan memamerkan gaya hidup mewah mereka, bak jamur yang tumbuh di musim hujan. Menjadi istri seorang pejabat (penguasa) tentulah impian sebagian dari kaum perempuan. Selain karena status sosial sebagai istri pejabat banyak menjanjikan kehidupan serba berkecukupan dengan fasilitas tingkat sosial, dalam pergaulan pun sangat berbeda. Seperti gaya hidup lebih dianggap hebat dan bermartabat.
Hal seperti inilah yang menimpa kehidupan sebagian istri dari pejabat (ASN) di negeri yang kehidupannya diatur dengan sistem kapitalis. Di mana tolak ukur dalam kehidupan kapitalis dengan banyaknya harta akan bisa menunjukkan eksistensinya di tengah-tengah masyarakat.
Tindakan pamer harta kekayaan (flexing) yang dilakukan sebagian istri pejabat (ASN) yang sedang viral di media sosial, ini tidak hanya menimpa istri pejabat di ibu kota saja, tetapi juga merambah sampai ke daerah. Salah satu yang menjadi sorotannya viralnya istri pejabat ASN yang memamerkan barang mewahnya di sosial media.
Salah satu yang menjadi sorotan istri yang memamerkan tas branded adalah istri dari Sekda Riau SF Hariyanto. Sorotan ini disampaikan oleh salah satu anggota DPR komisi 11 dari fraksi Pan bapak Guspardi Gaus. Menurut Guspardi Gaus tindakan yang dilakukan istri dari Sekda Riau di media sosialnya dengan mengunggah barang-barang mewahnya ini jelas melukai hati masyarakat yang sebagian kehidupan masyarakatnya masih dalam kesusahan (berita satu. com, 23/03/2023).
Kasus yang menimpa beberapa istri pejabat yang bergaya hidup mewah (flexing) di akun media sosialnya ini merupakan tindakan yang tidak wajar dan sangat melukai hati masyarakat. Seperti yang dilakukan istri dari Sekda Riau SF Hariyanto. Walaupun dalam klarifikasinya beliau membantah, barang yang dipamerkan istrinya salah satunya adalah tas yang bermerek mahal merupakan barang yang dibeli di Mangga Dua. Walaupun barang yang dibeli mau murah ataupun mahal, sejatinya istri pejabat adalah contoh bagi masyarakatnya. Karena setiap perilaku pejabat dan keluarga akan digugu dan ditiru.
Inilah kerusakan dari sistem kapitalis yang memandang segala sesuatu dari materi. Segala sesuatu diukur dari jumlah harta yang dimiliki. Banyaknya harta di era kapitalis akan menunjukkan eksistensinya di tengah-tengah masyarakat. Ini adalah pola yang buruk yang diterapkan dalam sistem kapitalis, sifat individualis yang mementingkan kesenangan diri sendiri tanpa memikirkan kesusahan orang lain. Flexing (pamer harta kekayaan) merupakan sifat sombong dan ujub dan miskin adab jauh dari kriteria istri seorang pejabat.
Hal ini jauh sekali yang dicontohkan oleh seorang istri pemimpin di masa era ke khalifahan Bani Umayyah, Khalifah Umar bin Abdul Azis. Sebelum diangkat menjadi khalifah beliau dan istrinya Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan Al-Ummayyah hidup dalam kemewahan. Kehidupan rumah tangganya rukun dan harmonis. Sebelum menjadi Khalifah Umar bin Abdul Azis terkenal dengan kehidupan glamornya. Ia sebulan bisa membelanjakan uangnya sebesar 40.000 (setara 140 M-an). Belum lagi parfum yang dipakainya sampai sekarang masih ada dijual itu pun dijual dengan harga belasan ribu dinar. Begitu juga dengan istri beliau Fatimah bin Abdul Malik yang semasa ia kecil hingga dewasa hingga menikah, sebelum suaminya diangkat menjadi khalifah, kehidupannya dikelilingi dengan kenikmatan dunia karena ia merupakan anak dari dinasti Umayyah.
Namun, kehidupan perekonomiannya berubah total ketika Umar bin Abdul Azis diangkat menjadi khalifah. Dalam pengabdiannya sebagai khalifah, Umar bin Abdul Azis mengambil gaji per hari hanya 2 dirham. Namun, demi rida sang suami ia rela meninggalkan harta kemewahan yang ia dapat sejak lahir. Ke semua ini di lakukannya dengan kesadaran penuh dengan keimanan sebagai fondasinya serta keikhlasan yang kuat karena mengharap rida dan surganya Allah.
Inilah sebaik-baik perhiasan dunia. “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang salihah.” (h.r. Muslim).
Maka, sebaik-baik istri pemimpin tirulah sikap yang diambil dari Istri Khalifah Umar bun Abdul Azis ia tidak pernah mengambil kesempatan dalam memamerkan harta dan kekuasaan suami. Malah ia sanggup meninggalkan kenikmatan dunia dan tidak menjadikan kekuasaan untuk ajang pamer harta dan eksistensi diri. Karena dalam Islam harta dan jabatan kelak di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban. Wallahualam bisawab.
Penulis adalah Rismayana (Aktivis Muslimah)