FORUM MEDAN | Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Rakyat Anti Diskriminasi (GARANSI) menyoroti persoalan hukum terkait alih fungsi hutan produksi tetap milik negara menjadi perkebunan sawit, karet, dan sentang, di Desa Pante Cempa, Kecamatan Bandar Pusaka, Kabupaten Aceh Tamiang. GARANSI mendesak kejaksaan segera memburu dan menahan terpidana yang sudah divonis berkekuatan hukum tetap oleh Mahkamah Agung.
āDemi tegaknya hukum, terpidana sebaiknya menyerahkan diri menjalani hukuman sesuai putusan Mahkamah Agung. Tidak elok menjadi DPO selamanya,ā ucap Ketua Umum DPP GARANSI, Sukri Soleh Sitorus, kepada wartawan, Minggu (24/9/2023).
DPO itu, papar Sukri, diketahui bernama Hj Kur. Ia dinyatakan terbukti bersalah dengan menduduki dan menggunakan kawasan Hutan Produksi Tetap di Areal 200, Desa Pante Cempa, Kecamatan Bandar Pusaka, Aceh Tamiang dari tahun 2006 hingga 2011 silam. Tanpa memiliki izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan RI, Kur mengubah hutan tersebut menjadi perkebunan kelapa sawit, karet dan sentang. Atas perbuatannya, Kur dikenakan Pasal 78 ayat (2) Jo Pasal 50 ayat (3) a Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Di Pengadilan Negeri Kuala Simpang, Aceh Tamiang, Kur dijatuhi hukuman enam bulan penjara, denda Rp10 juta. Apabila tidak membayar denda maka akan dikenakan kurungan penjara selama dua bulan.
Tidak terima, Kur banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Sialnya, keinginan Kur untuk bebas dari jerat hukum tidak terpenuhi. Pengadilan Tinggi Banda Aceh justru menguatkan putusan PN Kuala Simpang. Kemudian Kur kembali menempuh upaya hukum dengan mengajukan Kasasi di Mahkamah Agung. Namun, Mahkamah Agung juga menguatkan putusan sebelumnya.
Anehnya, Kur sampai saat ini belum juga menjalani hukuman. Bahkan, Kejari Kuala Simpang sudah menetapkannya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). āKita minta jaksa eksekutor Kejari Kuala Simpang tidak kucing-kucingan dalam kasus ini. Hukum sudah inkrah, tapi kenapa tidak diburu dan tidak ditangkap,ā tutur Sukri.
Dalam kasus ini, ujar Sukri, sesuai risalah putusan Mahkamah Agung, banyak pihak yang terlibat. Salah satunya, Kabir Bedi yang kini menjabat Dirut Perumda Tirtanadi Sumut. Kabir merupakan salah satu penerima lahan hutan negara dengan dalih ganti rugi. Tidak tanggung-tanggung, Kabir dua kali menerima lahan hutan seluas 36,73 hektar dengan rincian 22,73 hektar dan 14 hektar.
Kabarnya, terpidana Kur yang sudah DPO merupakan kerabat dari Kabir Bedi. Kuat dugaan Kabir mengetahui keberadaan Kur. āAda indikasi Kabir mengetahui dan melindungi terpidana Kur yang sudah lama ditetapkan DPO,ā tukas Sukri.
Dari penelusuran GARANSI, ada indikasi terjadinya alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan itu, ditengarai tidak terlepas dari peran serta Kabir Bedi. Disebut sebut Kabir Bedi diduga turut membiayai alih fungsi puluhan hektar lahan hutan tersebut.
Sesuai risalah putusan Mahkamah Agung, selain Kabir Bedi turut juga sejumlah nama sebagai pemilik lahan hutan yang mendapatkannya dengan cara ganti rugi. Nama nama itu disinyalir masih berkerabat dengan Kabir. Hanya saja, cuma nama Hj Kur, yang didudukkan menjadi pesakitan.
DPP GARANSI akan mengawal kasus ini sampai ke Kejaksaan Agung. “Kami sangat mempertanyakan profesionalitas Kejaksaan Negeri Kuala Simpang dan Kejati Aceh, karena dianggap tidak mampu melakukan komunikasi dan kordinasi yang baik dengan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, sebab sudah bertahun-tahun tidak mampu menangkap seorang terpidana alih fungsi hutan negara,” tandas Sukri.
“Dalam waktu dekat DPP Garansi akan mempertanyakan dan melaporkan kasus ini kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, dimana kami menduga kuat adanya konspirasi tersembunyi untuk melindungi terpidana dari jeratan hukum,” timpalnya.
DPP GARANSI meminta Kejagung RI untuk menurunkan tim khusus melakukan eksekusi sekaligus memeriksa Kabir Bedi terkait indikasi melindungi dan menyembunyikan terpidana. GARANSI juga meminta Kejagung mengusut semua pihak yang terlibat dalam alih fungsi lahan hutan tersebut. “Kami meminta Kejagung RI untuk menelusuri keterlibatan semua pihak termasuk Kabir dalam alih fungsi lahan hutan negara di Aceh Tamiang,” tutup Sukri.
Secara terpisah, Kabir Bedi ketika dikonfirmasi tidak memberikan jawaban. Konfirmasi melalui WhatsApp tidak dibalas. Namun, ketika dihubungi melalui ponselnya, Kabir menyatakan no comment. “Maaf, maaf, no comment. No comment,” tukasnya dari ujung telepon menjawab konfirmasi. (red)