FORUM JAKARTA | Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Rakyat Anti Diskriminasi (GARANSI) meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) RI untuk melakukan tindakan hukum kepada terpidana berinisial Kurs terkait kasus alih fungsi hutan produksi tetap di areal 200 di Desa Pante Cempa, Kecamatan Bandar Pusaka, Kabupaten Aceh Tamiang. Soalnya, terpidana sudah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejari Kuala Simpang dan Kejati Aceh.
Permintaan itu disampaikan DPP GARANSI bernomor: 089/DPP-GARANSI/MTH/X/2023 tertanggal 2 Oktober 2023. Surat itu langsung disampaikan Sekretaris Jenderal DPP GARANSI, Novrizal Taupan Nur, ke Kejaksaan Agung.
Menurut Novrizal, pihaknya melayangkan surat berisi permohonan tindakan hukum terhadap DPO Kurs dalam kasus alih fungsi hutan produksi tetap di Aceh Tamiang. “Hari ini kami dari DPP GARANSI menyampaikan laporan dengan resmi kepada Kejagung RI, ada 4 point tuntutan dalam laporan kami,” katanya, Selasa (3/10/2023).
Novrizal memaparkan sejumlah tuntutan yang diajukan DPP GARANSI, antara lain:
1. Meminta Kejaksaan Agung memburu dan menangkap serta mengeksekusi terpidana DPO berinisial Kurs.
2. Meminta Kejaksaan Agung untuk memeriksa dan memproses kasus hukum terkait dalam pembelian dan pembiayaan alih fungsi lahan kawasan hutan produksi tetap di Aceh Tamiang.
3. Meminta Kejaksaan Agung untuk kembali mengusut kasus ini dengan tujuan pengembalian fungsi hutan dengan meminta orang-orang terlibat bertanggung jawab merehabilitasi hutan sesuai fungsi semula.
4. Meminta kepada pihak yang terlibat dalam pengalih fungsian lahan hutan
produksi tetap itu agar menanggung renteng kerugian negara akibat perambahan dan atau pengalih fungsian hutan tersebut.
Di tempat terpisah, Ketua Umum DPP GARANSI, Sukri Soleh Sitorus, menjelaskan bahwa permohonan ke Kejagung dilakukan sebagai komitmen dalam upaya penegakan hukum.
“Langkah yang kita lakukan ini adalah komitmen kita dalam hal penegakan hukum di NKRI ini. Tidak ada orang yang kebal hukum, siapapun dia, apa pun golongannya, wajib dan tunduk kepada hukum yang berlaku,” ucap Sukri.
Sukri menambahkan, status DPO Kurs sudah dalam rentang waktu yang cukup lama masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). “Kenapa sampai hari ini tidak bisa ditangkap? Kita menduga adanya persekongkolan dalam kasus ini,” tuturnya.
Sekadar mengingatkan, Kurs dinyatakan terbukti bersalah melakukan alih fungsi lahan hutan milik negara menjadi perkebunan sawit, karet dan sentang. Sesuai putusan PN Kuala Simpang Nomor: 30/Pid.B/2012/PN-KSP, Kurs divonis 6 bulan penjara denda Rp 10 juta. Kemudian PT Banda Aceh melalui putusan Nomor: 05/Pid./2013/PT-BNA, memperkuat putusan PN Kuala Simpang. Selanjutnya Mahkamah Agung melalui putusan Nomor: 690 K/Pid.Sus/2014, kembali memperkuat putusan sebelumnya. “Putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah), terpidana atas nama Kurs sepatutnya sudah layak dieksekusi demi tegaknya hukum yang berkeadilan,” beber Sukri.
Tidak sampai hanya disitu, DPP GARANSI juga meminta Kejagung RI untuk mengusut keterlibatan sejumlah nama yang ikut dalam peralihan fungsi lahan kawasan hutan itu sampai saat ini tidak diperiksa dan masih bebas berkeliaran.
“Sesuai putusan Mahkamah Agung, nama Kabir Bedi yang saat ini menjabat sebagai Dirut Perumda Tirtanadi Sumatera Utara, tidak disentuh hukum padahal beliau turut serta membeli pelepasan hak tanah dan diduga membiayai peralihan fungsi lahan tersebut, dan disebut-sebut terindikasi memanipulasi surat tanah” cetus Sukri Sitorus.
“Bahwa Kabir Bedi dicurigai menyembunyikan dan atau melindungi terpidana DPO Kurs hingga diduga dikhawatirkan akan menyulitkan jaksa eksekusi. Dalam hal ini, diduga Jaksa dengan sengaja tidak memburu dan tidak menangkap DPO. Untuk menangkap DPO dipandang perlu untuk memeriksa dan memintai keterangan dari Kabir Bedi, mengingat Kabir Bedi merupakan kerabat dari Kurs,” tukas Sukri. (rel)