FORUM MEDAN | Kapolda Sumut, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, diminta harus kembali melakukan konferensi pers terkait perkembangan hasil penyelidikan temuan mayat yang berada di Universitas Prima Indonesia (Unpri) di Jalan Sampul, Medan.
Permintaan ini disampaikan praktisi hukum (PH) kondang asal Kota Medan, Riki Irawan SH MH, terkait adanya statement dari Kapolda Sumut yang mengatakan mayat di Unpri itu adalah kadaver yang sah, Kamis (14/12/2023).
Riki mengatakan agar Kapolda Sumut jangan dengan mudahnya menyimpulkan demikian dalam konferensi persnya kepada wartawan.
“Itu adalah mayat manusia, dan negara-negara maju dan kita saja sering berjuang demi satu mayat warga negara agar bisa dikembalikan ke negara meski sudah jadi mayat. Ini kok dengan mudahnya menyimpulkan demikian,” kata Riki dengan herannya melalui sambungan telepon what’sapp, Kamis (14/12/2023).
Dikatakannya, masak untuk mayat manusia begitu gampangnya Kapolda Sumut menyimpulkan dan tidak heran kemudian hari sering ditemukan kericuhan yang viral terkait isu adanya penculikan anak atau orang untuk tujuan eksploitasi penjualan organ tubuh.
“Kapoldasu harus terbuka dalam proses penyelidikan dan penyidikan yang sedang atau telah dilakukan terkait temuan mayat di Unpri yang sebelumnya viral. Karena tugas kepolisian selain menegakkan hukum juga wajib memberikan informasi yang benar terkait hukum,” ungkap Riki.
Dijelaskan Riki, penggunaan mayat yang diawetkan dalam ilmu kedokteran (Kadaver) untuk penelitian memang dibolehkan oleh Undang-undang terkait yaitu Undang-undang No.36 Tahun 2009 juncto Peraturan Pemerintah (PP) No.53 Tahun 2021 tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh juncto Permenkes No. 37 Tahun 2014 tentang Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor.
“Tapi perlu Kapolda Sumut perhatian ada larangan terkait hal ini yaitu dilarang memperjualbelikan dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke dan dari luar negeri dan beberapa aturan terkait penempatan mayat yang diawetkan dan lamanya waktu yang diperbolehkan dalam penggunaan mayat yang diawetkan untuk ilmu pengetahuan dan sistem pelaporan ke Kementeri Kesehatan,” beber Riki.
Namun, sambung Riki, hal inikan tidak dijelaskan oleh Kapoldasu. “Pertanyaan-pertanyaan masyarakat terkait larangan-larangan itu harus dijelaskan oleh Kapoldasu. Ketika Kapoldasu tidak menjelaskan hal itu, akan muncul berbagai pertanyaan. Itu mayat siapa, apakah izin penggunaannya sudah dipenuhi oleh Unpri,” jelas Riki.
Masalah ini, lanjut Riki, mengingatkan kita terkait maraknya dahulu di Tahun 90-an terkait jual beli darah dan organ ginjal.
“Dalam kasus itu ternyata kan persetujuan dari yang bersangkutan saja atau keluarganya kan tidak cukup. Ini terkait mayat manusia loh. Bukan mayat hewan yang diawetkan. Mengawetkan mayat hewan saja dilindungi oleh Undang-undang dan banyak aturannya. Apalagi mayat manusia. Jadi sekali lagi saya minta Kapoldasu harus terbuka dalam proses penyelidikan dan penyidikan yang sedang atau telah dilakukan terkait temuan mayat di Unpri yang sebelumnya viral. Karena tugas kepolisian selain menegakkan hukum juga wajib memberikan informasi yang benar terkait hukum,” tandas Riki Irawan SH MH. (rel)