Nafas warga Medan makin terengah-engah usai dilaksanakannya pesta demokrasi. Harga hampir semua kebutuhan dasar masyarakat melambung tinggi. Mulai dari harga beras, minyak makan, gula, hingga cabai tak kunjung turun.
Berdasarkan pantauan Tribun Medan di beberapa toko di pasar tradisional Kota Medan, harga minyak goreng subsidi pemerintah dengan bentuk kemasan yaitu Minyakita dipatok Rp15 ribu per liter, naik sebesar Rp1.000 dari harga sebelumnya yaitu Rp14 ribu per liter. Sedangkan, minyak goreng curah yang sebelumnya dibanderol Rp14 ribu per kilogram, kini naik menjadi Rp15 ribu hingga Rp16 ribu per kilogram (tribun-medan.com, 13/02/2024).
Tingkat kriminal pun mengimbangi. Makin sulit perekonomian warga, semakin banyak yang nekat melakukan aksi pencurian. Masih untuk masalah kebutuhan perut, pemerintah seolah memalingkan wajah menganggap ini bukanlah masalah. Pembatasan pembelian beras pun bukanlah solusi. Karena setiap keluarga berbeda jumlah kebutuhannya. Tidak bisa disamakan antara anggota keluarga yang berjumlah 2 atau 3 orang dengan keluarga yang berjumlah 6 bahkan lebih anggota keluarga.
Pemasukan yang hanya pas-pasan kini memaksa warga mulai mengikat perutnya. Belum lagi biaya token listrik, air, sewa rumah, uang sekolah, dan lain sebagainya membuat rakyat kecil pusing tujuh keliling. Mengadu pun tidak tahu mengadu kepada siapa kecuali Tuhannya. Meminta solusi ke pemerintah hanya ada angin segar yang terkadang tidak juga menyelesaikan.
Sulitnya lapangan pekerjaan semakin memperparah kondisi. Bahkan, ada seliweran kalimat viral “yang haram saja susah, konon lagi yang halal”. Na’udzubillah min dzalik.
Kapitalisme Biang Masalah
Kehidupan yang makin terasa sempit sebenarnya karena kita meninggalkan aturan dari Sang Pencipta. Sistem kapitalisme yang hari ini masih diemban oleh negeri ini melahirkan kemiskinan terstruktur sehingga orang miskin sulit keluar dari kondisi yang begitu memprihatinkan.
Hanya untuk sekadar kebutuhan pokok saja tidak ada jaminan untuk kita bisa mendapatkannya. Konon lagi yang lebih daripada itu. Mahalnya harga-harga semua komoditas di pasaran dan melemahnya daya beli masyarakat menunjukkan bahwa pemimpin negeri tidaklah serius menangani permasalahan rakyatnya.
Para kapital dibiarkan bebas menimbun barang yang bisa membuat kelangkaan di pasar. Para tengkulak menekan harga dari para petani dan nelayan dengan harga yang murah dan dijual kembali di pasaran dengan harga yang tinggi.
Sudah tabiatnya sistem kapitalisme berpihak kepada para kapital. Terkait masalah rakyat itu bisa nomor sekian. Penguasa membutuhkan rakyat hanya menjelang pemilu. Setelahnya siap-siap rakyat kembali dengan kesengsaraannya.
Islam Solusi Tuntas
Dalam Islam, pemimpin wajib menjamin kebutuhan pokok setiap individu rakyatnya. Bahkan negara bisa saja memberikan harta bergerak maupun harta tidak bergerak kepada rakyat yang dikehendakinya untuk kebutuhan pelengkap atau sekundernya. Hal ini untuk menjaga keseimbangan ekonomi pada masyarakat.
Negara juga wajib menjaga kestabilan harga-harga kebutuhan pokok, namun tidak dengan mematok harga di pasaran. Dalam Islam jika ada penimbunan barang yang akhirnya membuat kelangkaan barang di pasar, yang berefek kepada naiknya harga barang tersebut di pasar, maka Khalifah sebagai pemimpin negara Islam akan menghukumnya dengan hukuman yang menjerakan.
Bagi siapa saja yang kondisi fisiknya lemah, atau bahkan akalnya lemah, maka negara wajib menanggung kebutuhannya, baik primer maupun sekunder. Negara pun juga mewajibkan para ahlu nafaqah bertanggungjawab untuk menafkahkan siapa saja orang yang menjadi tanggung jawabnya.
Jika ternyata kas negara kosong untuk memberikan santunan kepada yang lemah, maka negara boleh berhutang kepada rakyat negara Islam dan boleh juga negara mengutip pajak kepada orang-orang kaya saja yang muslim. Namun, kondisi seperti ini insidental. Maka benarlah, jika kita berpaling dari aturan-aturan Allah, maka tunggulah kerusakannya.
Wallahualam bissawab.
Penulis:Â Endah Sefria, SE (Pemerhati Ekonomi)