Peraturan daerah terkait retribusi sampah yang baru selesai diperbaharui diwacanakan akan kembali direvisi. Pasalnya sebagian masyarakat menganggap kebijakan tersebut tidak tepat. Adanya revisi kembali juga membuat masyarakat beranggapan pihak terkait membuat kebijakan secara asal-asalan. Namun, inilah potret hidup dalam sistem kapitalis demokrasi.
Tunggul Sihombing sebagai pengamat Kebijakan publik Kota Medan mengatakan, pihak DPRD Medan dan Pemko Medan harus bertanggung jawab atas Peraturan Daerah (Perda) No. 1 Tahun 2024 tentang retribusi sampah yang cukup tinggi (medantribunnews.com, 29/04/2024).
Setelah beberapa lama akhirnya retribusi sampah dinaikkan bahkan berkali lipat, kenaikan yang sangat signifikan membuat warga Medan heran atas kebijakan yang ada. Sebagian masyarakat mengalami kontra terhadap kebijakan yang baru ini, bahkan pengamat kebijakan publik Kota Medan juga ikut bersuara atas perubahan peraturan daerah yang terjadi.
Akhirnya, peraturan daerah yang baru, akan direvisi oleh DPRD Medan. Adanya wacana revisi peraturan daerah membuat masyarakat ikut bertanya-tanya, apakah ada pihak yang asal-asalan dalam bekerja tanpa meninjau dahulu langsung membuat. Sehingga mengakibatkan masyarakat kembali bertanya mengapa semudah itu merevisi kembali peraturan daerah yang sudah dibuat.
Apakah sebelum melakukan perubahan peraturan daerah tidak dikaji dan dipersiapkan dengan matang hingga akhirnya diubah kembali. Hal ini membuat masyarakat menganggap pihak terkait bekerja secara asal-asalan. Kenaikan retribusi sampah dianggap kurang tepat, dikarenakan tidak ada perubahan pembuangan ataupun pengolahan sampah sebelum kenaikan retribusi dengan sesudah kenaikan retribusi.
Kenaikan menjadi wajar apabila ada perbedaan pengolahan sampah yang membutuhkan biaya yang ekstra dan menjadi solusi bagi sampah agar tidak menambah ketinggian gunung sampah. Pasalnya sampah bukanlah kebutuhan pokok yang dibutuhkan banyak orang, akan tetapi sampah merupakan permasalahan yang butuh diselesaikan. Kurang layak apabila retribusi sampah juga ikut dikomersialisasikan oleh pihak terkait.
Jika sampai pengkomersialisai ini terjadi maka akan mengakibatkan munculnya masalah yang baru. Di saat belum terjadi kenaikan, banyak masyarakat yang enggan mengeluarkan biaya retribusi sampah dan lebih memilih membuang sampah ke sungai dan lahan kosong yang tidak bermukim. Kenaikan ini akan membuat masyarakat semakin enggan ikut serta dalam membuang sampah ke TPA melalui jasa pengangkut sampah. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya permasalahan baru di tengah masyarakat.
Namun, inilah potret hidup dalam sistem kapitalis demokrasi, di mana bermusyawarah untuk mencapai kata mufakat bukan berdasarkan kepentingan hidup banyak masyarakat. Mufakat dilakukan apabila memenuhi kepentingan mereka yang bermusyawarah. Jadi masyarakat dibutuhkan suaranya pada saat pemilu akan dilakukan setelah selesai pemilu maka suara masyarakat juga ikut terlupakan.
Berbanding terbalik dengan sistem Islam di mana kesejahteraan masyarakatnya terjamin, pasti kebijakan apa pun yang dibuat sangat berpihak pada kepentingan rakyatnya serta tidak akan mengomersialisasi apa pun demi kepentingan pribadi dan orang tertentu yang merugikan rakyat. Permasalahan sampah juga pasti akan diselesaikan secara tuntas dan mendetail. Seperti tidak boleh menjadi orang yang konsumtif sehingga membuat barang menumpuk dan ketika tidak suka maka akan membuang barang tersebut.
Sejarah juga mencatat sistem pengelolaan sampah sejak abad ke-9 sampai ke-10 Masehi di Perkotaan Cordoba yang bersih dari sampah sebab terdapat pelaksanaan penyingkiran sampah dari kota yang dirancang oleh tokoh-tokoh muslim. Sehingga membuat kota terhindar dari sampah dan potensi daerah kumuh. Di waktu yang bersamaan masyarakat eropa masih membuang sampah di depan rumah yang menimbulkan bau busuk.
Namun, inilah potret perbedaan hidup dalam naungan kapitalis dan Islam, seharusnya umat mampu berpikir ketika manusia akan hidup sejahtera apabila hidup dengan aturan yang dibuat langsung oleh sang pencipta yang paling mengetahui apa yang diciptakannya. Hal ini sejalan dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
وَمَاۤ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّـلْعٰلَمِيْنَ
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya [21]: 107).
Wallahualam bissawab.
Penulis: Sindi Laras Wari (Aktivis Muslimah)