FORUM MEDAN | Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Rakyat Anti Diskriminasi (DPP GARANSI) kembali menggelar aksi unjuk rasa, Senin 2 September 2024. Aksi ini merupakan demontrasi yang ke-tujuh kalinya mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) mengusut dugaan megakorupsi di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura).
“Panggil dan periksa Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Labura dan Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Labura,” teriak massa di depan Kantor Kejatisu.
Massa aksi membentangkan sepanduk bergambar kepala dinas PUTR dan Perkim Labura yang bertuliskan, “Tangkap koruptor di Labura, panggil dan periksa,” tulisnya di spanduk.
Satu jam berorasi, kemudian massa aksi ditanggapi perwakilan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara bagian intelijen Nerlila Sari Hasibuan.
Ia mengakui, sudah menerima laporan dari DPP GARANSI tentang dugaan korupsi di Dinas PUTR Labura. “Sejak tanggal 27 Juli 2024 kemarin kasus ini sudah ditangani oleh Kejari Labuhanbatu,” katanya.
“Informasi yang kami peroleh dari sana (Kejari Labuhanbatu) kasus ini sudah ditahap puldata pulbaket,” beber Sari Hasibuan.
Ketua umum DPP GARANSI Sukri Soleh Sitorus meminta Kejatisu untuk menjadikan hasil audit BPK RI perwakilan Provinsi Sumatera Utara sebagai pintu masuk dalam melakukan pemanggilan dan pemeriksaan.
“Ada 34 paket pekerjaan di Dinas PUTR Labura tahun 2022-2023 yang bermasalah kekurangan volume, begitu juga di Dinas Perkim Labura ditemukan 9 Paket pekerjaan kekurangan volume tahun 2023,” terang Sukri Sitorus.
“Periksa ulang seluruh pekerjaan di Dinas PUTR dan Perkim Labura tahun anggaran 2022-2023. Kami menyakini adanya pengkondisian, disinyalir diakomodir oleh kepala dinas,” bebernya.
Menurutnya, hal tersebut diperkuat ada unsur kesengajaan, karena rekanan perusahaan yang sama seperti CV TR, CV AV, dan CV RHFS di tahun 2022 dan tahun 2023 bermasalah. Hal tersebut dilakukan berulang-ulang.
Selain kepala dinas, Sukri Sitorus juga meminta Kejatisu untuk memanggil dan memeriksa PPK, PPTK, dan seluruh rekanan perusahaan pemenang tender. “Kami menduga kuat adanya konspirasi demi untuk memperkaya diri sendiri dan kelompok,” pintanya.
“Ini membuktikan bahwa kepala Dinas PUTR Labura kurang cermat dalam melakukan pengelolaan anggaran dan terindikasi adanya pengkondisian demi untuk meraup keuntungan pribadi maupun kelompok,” tukas Sukri Sitorus.
Sukri berharap kasus ini harus menjadi atensi khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. “Jangan ada disparitas dalam penegakan hukum di Labura,” tegasnya. (zas)