Seiring datangnya musim hujan, banjir sering terjadi di Medan, Sumatera Utara, Selasa (27/8/2024). Berbagai ruas jalan langsung mengalami banjir beberapa jam setelah diguyur hujan, di antaranya, Jalan Gatot Subroto Kota Medan, Imam Bonjol, Tanjung Sari, Nibung Raya, dan lain sebagainya. Akibatnya, kendaraan yang melintas di jalan raya sering mengalami kesulitan dan terjadi kemacetan parah (medan.tribunnews.com, 28/08/2024).
Dampak banjir tidak hanya dirasakan di jalan raya, melainkan sering terjadi di rumah warga, sekolah-sekolah, dan sejumlah tempat yang terkena dampaknya, dikarenakan pembangunan fisik di masa Bobby Nasution belum selesai, membuat macet dan banjir, hal ini jelas merugikan masyarakat, dan pihak pemerintah hanya memberikan masukan “masyarakat harus sabar”, ini bagian kezaliman kepada masyarakat.
Perlu diketahui, bahwa volume air di bumi bersifat tetap karena ada siklus air setiap saat, yang membuat jalan jadi banjir adalah daya serap yang berkurang karena pembangunan fisik yang tidak memperhatikan serapan air hujan. Pesatnya pembangunan fisik menyebabkan alih fungsi kawasan yang memiliki fungsi konservasi. Berbagai pembangunan tersebut tidak memperhatikan daya dukung lingkungan, demi mengejar cuan, pembangunan dilakukan secara serampangan.
Inilah model pembangunan ala kapitalisme yang hanya mengutamakan keuntungan dan abai atas dampak terhadap lingkungan dan tata kota secara keseluruhan. Akibatnya, rakyat menjadi korban, rumah warga terendam, ada penduduk harus mengungsi, setelah banjir, maraknya terjadi diare, bahkan sampai terjadi korban jiwa. Inilah kerusakan akibat pembangunan kapitalistik yang mengabaikan aturan Islam dan hanya memperturut hawa nafsu manusia demi memperoleh keuntungan materi sebanyak-banyaknya.
Kerusakan ini telah Allah Swt. peringatkan dalam Al-Qur’an, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41).
Paradigma Pembangunan dalam Islam
Pembangunan dalam Islam sungguh jauh berbeda dengan pembangunan disistem kapitalis saat ini. Pembangunan didasari dengan aspek kebutuhan dasar masyarakat dan memperhatikan lingkungan sehingga alam tetap harmonis. Meski sebuah rencana pembangunan seolah menguntungkan, seperti pembangunan kawasan industri, kawasan wisata, atau permukiman, jika ternyata merusak alam dan merugikan masyarakat, akan dilarang dan dihentikan.
Karena aspek keuntungan materi di dalam Islam bukan satu-satunya tujuan, karena haruslah sesuai dengan ketentuan syariat untuk kemaslahatan masyarakat dan tidak mengikuti kepentingan penguasa dan pengusaha, adalah bentuk kezaliman, dosa besar, dan akan ada hukumannya. Pembangunan dalam sistem Islam dilaksanakan untuk kepentingan umat dan memudahkan kehidupan mereka.
Bahkan, seperti banjir pun tidak akan terjadi, karena sudah dipastikan resapan air akan terjaga sehingga mustahil kerugian dirasakan masyarakat. Maka, ujung tombak pembangunan adalah penguasa. Penguasa sebagai pengurus (raa’in) rakyat yang harus menjalankan kebijakan pembangunan berdasarkan aturan Allah dan Rasul-Nya, bukan berdasarkan kemauan para investor.
Negara akan turun tangan langsung membuat bagian pembangunan sebuah wilayah, sehingga pembangunan tidak tumpang tindih sebagaimana kondisi hari ini. Negara akan menentukan kawasan yang menjadi kawasan industri, perkantoran, pemukiman, lahan pertanian, hutan, sungai, dan sebagainya.
Daerah bantaran sungai sudah jelas tidak boleh dijadikan permukiman, adapun warga yang tinggal di sana akan diberi tempat tinggal yang layak di daerah yang memang aman dan cocok untuk permukiman. Pembangunan fasilitas publik, seperti sekolah, jalan, rumah sakit, pasar, masjid, dll. akan diatur dengan memperhatikan lokasi permukiman sehingga warga mudah mengakses fasilitas publik.
Adapun pembangunan fasilitas publik, seperti sekolah, rumah sakit, jalan, pasar, masjid, dll. akan diatur dengan memperhatikan lokasi permukiman sehingga warga mudah mengakses fasilitas publik. Adapun industri dan pertambangan akan dijauhkan dari permukiman sehingga tidak membahayakan warga.
Paradigma pembangunan Islam yang berdasarkan syariat dan berorientasi pada kemaslahatan rakyat ini telah diterapkan selama berabad-abad oleh Khilafah. Tidak hanya tertata dengan baik hingga menghasilkan kenyamanan bagi warga, tata kotanya bahkan menjadi simbol peradaban Islam. Sebagian kota menjelma menjadi pusat politik dan pemerintahan, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pusat studi agama.
Di mana, Khilafah juga menerapkan konsep hima, yaitu kawasan yang dilindungi. Ada kawasan yang tidak dibolehkan untuk diambil hasilnya, apa pun itu, demi menjaga kelestarian lingkungan. Inilah hutan lindung dalam konteks hari ini. Dengan demikian, tidak hanya pesat, pembangunan dalam Khilafah juga memperhatikan kelestarian lingkungan. Maka akan terwujudlah keamanan bagi warga.
Wallahualam bissawab