Di sebuah musholla kecil di Kisaran, Sumatera Utara, langkah kepemimpinan Muhammad Amril Harahap bermula. Saat itu, ia hanyalah seorang siswa MTs Al Washliyah 2 Kisaran yang gemar ikut kegiatan organisasi pelajar. Tak banyak yang tahu, dari ruang sederhana itulah Amril ditempa hingga kini maju sebagai calon Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Al Washliyah (PP IPA) periode 2025–2029.
Amril mengisahkan, sejak duduk di bangku MTs ia sudah terbiasa memimpin rapat kecil, mengorganisir kegiatan keagamaan, hingga mengatur jadwal belajar bersama teman-temannya. Dari situ, ia didorong oleh guru dan seniornya untuk menjadi Ketua PR IPA MTs Al Washliyah 2 Kisaran pada 2014–2015.
“Saya belajar bahwa memimpin itu bukan soal perintah, tapi soal keteladanan. Saya ingin setiap kader merasakan bahwa organisasi ini rumah yang aman untuk belajar tumbuh,” ungkapnya, Rabu (20/8/2025).
Dari Kisaran ke Medan
Karier kepemimpinannya berlanjut ke tingkat kecamatan, kabupaten, hingga provinsi. Sebagai Ketua PD IPA Asahan (2017–2021), Amril kerap turun langsung ke desa-desa untuk membimbing kader. Ia tak segan naik sepeda motor menembus hujan demi menghadiri musyawarah di ranting IPA.

“Kalau saya ingat masa-masa itu, rasanya semua pengorbanan terbayar dengan melihat semangat para pelajar. Itu motivasi terbesar saya,” kenangnya.
Keputusan hijrah ke Medan menjadi titik balik penting. Di ibu kota Sumatera Utara itu, ia dipercaya memimpin PW IPA Sumut hingga dua periode. Di tangan Amril, IPA Sumut makin dikenal karena aktif menjalin komunikasi dengan Forkopimda dan kepala daerah. Bahkan, ia berhasil menempatkan IPA sebagai mitra strategis pemerintah daerah, tanpa kehilangan jati diri sebagai organisasi pelajar.
Dukungan dan Keyakinan
Kini, jelang Muktamar XIV IPA yang digelar 2–4 September 2025 di Jakarta, Amril tampil percaya diri. Dengan tagline “Menuju Kemapanan Ikatan Pelajar Al Washliyah”, ia bertekad membawa organisasi ke arah yang lebih mapan. Dukungan dari empat PW IPA—Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Sumatera Utara—serta klaim 70 persen dukungan dari berbagai provinsi, menjadi modal besar untuk bertarung di tingkat nasional.
Namun, bagi Amril, dukungan bukan sekadar angka.
“Saya tidak ingin hanya mengejar jabatan. Saya ingin menjadikan IPA sebagai kawah candradimuka yang melahirkan pelajar berkarakter, berilmu, dan bermanfaat bagi bangsa. Kalau organisasi ini mapan, maka kadernya juga akan siap bersaing di tingkat nasional maupun global,” tegas Amril.
Figur yang Merakyat
Bagi kader di lapangan, Amril bukan hanya seorang pemimpin. Ia kerap digambarkan sederhana, mudah diajak diskusi, dan tak berjarak dengan kader muda. “Beliau bisa duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Itu yang membuat kami percaya,” ungkap seorang kader IPA dari Asahan.

Amril pun menegaskan bahwa organisasi pelajar bukan hanya tempat mengasah kemampuan, tetapi juga wadah pembentukan karakter.
“Saya ingin IPA bukan hanya sekadar organisasi. Ia harus menjadi ruang bagi pelajar untuk bermimpi lebih besar, berani bersuara, dan berkontribusi nyata untuk masyarakat,” katanya penuh semangat.
Kini, perjalanan panjang itu menuntunnya ke panggung nasional. Dari musholla kecil di Kisaran hingga aula besar Muktamar XIV di Jakarta, jejak Amril Harahap seakan menjadi bukti bahwa kepemimpinan bukanlah anugerah instan, melainkan hasil tempaan panjang, kerja keras, dan ketulusan dalam berjuang. (Sazali)







