FORUM BELAWAN | Pelaku pencemaran laut Belawan dengan karamnya kapal MFO (Marine Fuel Oil) harus ditindak tegas. Dampaknya sangat fatal terhadap kehidupan para nelayan tradisional.
“Tumpahan minyak selain merusak ekosistem laut juga akan mengurangi hasil tangkapan ikan para nelayan tradisional,” tegas Ketua HNSI Kota Medan Rahman Gafiqi, Kamis (18/1/2024).
Menurut Rahman, tumpahan minyak kapal MFO pada Kamis (11/1) ke laut dapat memiliki dampak serius dan mengancam mata pencaharian para nelayan tradisional yang setiap hari mencari nafkah di perairan laut Belawan.
“Nelayan mencari nafkah hanya di laut sehingga kalau lapak mereka terancam jadi kemana lagi mereka harus pergi,” jelas Rahman.
Selain itu, tambah Rahman, kontaminasi minyak juga dapat merusak peralatan tangkap para nelayan dan memengaruhi kondisi kesehatan mereka yang bergantung pada sumber daya laut.
“Sesuai Undang Undang No 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup dan UU no 7 tahun 2016 tentang perlindungan nelayan bisa menjadi dasar bagi penyidik untuk melakukan tindakan hukum akibat tumpahnya minyak di laut,” beber Rahman.
Rahman menegaskan, lingkungan laut adalah sumber kehidupan dan penghidupan bagi nelayan khususnya nelayan kecil dan tradisional sehingga harus ada pemulihan ekosistem laut, ganti rugi bagi nelayan yang terkena dampak, serta pelaku penumpah minyak.
“Harus ada yang bertanggung jawab dan ganti rugi bagi nelayan yang terdampak,” tutur Rahman.
Oleh sebab itu, Rahman meminta kepada Otoritas Pelabuhan Belawan memberi sanksi terhadap kapal yang melakukan kesahan itu.
“Otoritas Pelabuhan Belawan harus bersikap tegas dengan memberi sanksi terhadap kapal dan pengusaha kapal yang diduga telah melakukan pencemaran di laut belawan,” ucap Rahman seraya menyebutkan DPC HNSI Kota Medan tetap komitmen memperhatikan kehidupan nelayan sebagaimana arahan dari Ketua Umum DPP HNSI versi Munas Bogor Laksamana (Purn) Sumardjono kepada seluruh jajaran pengurus DPD dan DPC HNSI.(man)