FORUM MEDAN | Provinsi Sumatra Utara (Sumut) meraih urutan kelima nasional dalam pengukuran indeks keterbukaan informasi publik (IKIP). Di tahun 2024, nilai IKIP Sumut tercatat 82,07 atau naik 2,40 poin dari tahun sebelumnya yaitu 79,67.
IKIP adalah indeks yang diukur sebagai gambaran implementasi UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, berdasarkan data, fakta dan informasi dalam dimensi politik, hukum dan ekonomi, oleh Komisi Informasi Pusat.
Di tahun 2024 ini, Sumut menduduki urutan kelima setelah Jabar (85,22), Jatim (83, 83), Kaltim (82, 25), dan Sulteng (82, 16). Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Sumut, Ilyas Sitorus, mengatakan capaian IKIP tahun ini menjadi gambaran keseriusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut dalam upaya menyediakan informasi yang mudah diakses oleh publik.
Hasil ini juga menjadi gambaran kekompakan para stakeholer untuk menghadirkan pemerintahan yang baik. Pemprov Sumut menurutnya berkomitmen untuk wujudkan pemerintahan daerah yang baik.
“Utamanya pemerintahan yang transparan. Kita semua kompak, baik OPD, Komisi Informasi Provinsi, badan publik lainnya, untuk terus belajar dan berupaya dalam membuka akses yang mudah bagi publik mendapat informasi,” kata Ilyas Sitorus pada Launching IKIP tahun 2024, di Jakarta, Kamis (17/10/2024).
Ketua Komisi Informasi Provinsi Sumut Abdul Haris Nasution mengatakan, stakholder di Sumut telah mendukung kinerja keterbukaan informasi. Namun menurutnya masih perlu dilakukan berbagai evaluasi terhadap hasil penilaian yang diperoleh.
Ia mengatakan keberhasilan ini merupakan kerja sama para komisioner dan Dinas Kominfo. Serta badan publik di lingkungan Provinsi Sumatra Utara.
“Kenaikan peringkat ini tidak boleh membuat kita jumawa, tapi semakin mengevaluasi diri berdasarkan nilai IKIP ini,” kata Abdul Haris.
Sebelumnya, Ketua Komisi Informasi Pusat Donny Yoesgiantoro mengatakan, secara nasional Indonesia mengalami perbaikan secara konsisten. Pada tahun 2024, IKIP Indonesia berada situasi sedang dengan nilai 75,67.
“Konsistensi membaik itu terutama ditemukan pada lingkungan fisik politik dan ekonomi,” katanya.
Namun Donny juga tidak menampik masih adanya hambatan dalam keterbukaan informasi publik. Khususnya pada lingkungan hukum, dengan adanya persoalan perlindungan hukum bagi whistleblower.
“Ini mencerminkan adanya penurunan kualitas pada pelaksanaan jaminan hukum keterbukaan informasi publik, ” kata Donny. (int)