Mencuri Motor untuk Pengobatan Anak, JAM-Pidum Terapkan  Restorative Justice

download
Gedung JAM Pidum

FORUM JAKARTA | Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 10 (sepuluh) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Rabu 6 November 2024.

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Suparno als Gondes bin Karso Lanjar dari Kejaksaan Negeri Blora, yang disangka Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Kronologi perkara bermula pada tanggal 21 Agustus 2024 sekira pukul 22.00 WIB, tersangka berangkat dari rumahnya di Dukuh Wotrangkul RT04/RW 01 Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora dengan berjalan kaki dengan maksud untuk nyumbang (buwoh) ke tetangga yang mempunyai acara hajatan.

Sesampainya disana, tersangka menonton hiburan seni tayub dengan warga lain. Setelah selesai pertunjukan, pada hari Kamis tanggal 22 Agustus 2024 sekira pukul 02.00 WIB tersangka bermaksud untuk pulang ke rumahnya dan ketika mau pulang tersangka melihat sepeda motor Honda Supra Fit warna hitam dengan Nomor Polisi K- 6269-DE yang terpakir dipekarangan kosong Dukuh Wotrangkul RT 01/RW 01 Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora dengan kondisi kunci kontaknya masih menempel di lubang kunci kontak sepeda motor.

Setelah itu, tersangka mendekati dan sepeda motor dihidupkan (distarter) mesinnya dan dikendarai tersangka dibawa pergi ke rumahnya tanpa izin saksi Dapar.

Kemudian Tersangka membawa pergi Sepeda Motor Honda Nomor Polisi K-6269-DE warna hitam kerumahnya bertujuan untuk dipergunakan berjualan pentol guna menafkahi saksi Darsi (Istri Tersangka) dan anaknya yang sedang sakit Hidrosefalus.

Selanjutnya tersangka ditangkap anggota Polsek Banjarejo. Bahwa akibat perbuatan tersangka, Saksi Dapar mengalami kerugian sekitar Rp4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah).

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Blora M Haris Hasbullah, S.H.,M.H. dan Kasi Pidum Z K Bagus Catur Yuliawan, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Karyono, S.H., M.H. dan Darwadi, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Blora mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Dr. Ponco Hartanto, S.H., M.H. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Rabu, 6 November 2024.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 9 perkara lain yaitu:

  1. Terangka Andhika Rizki Rifaldhi bin Sartono Kejaksaan Negeri Surakarta, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  2. Tersangka Helmi Setiawan bin Jumanto dari Kejaksaan Negeri Grobogan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  3. Tersangka I Rudiyanto bin Toharjo, Tersangka Satriat als Sarengat bin Arbani, Tersangka III Dawa al Afif bin Nurrohim, dan Tersangka IV Ardy Irawan als Ardy Kentung bin Jumadi dari Kejaksaan Negeri Batang Hari, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (2) ke-1 KUHP tentang Pengeroyokan atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
  4. Tersangka Rustam bin M. Tawi (alm) dari Kejaksaan Negeri Merangin, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
  5. Tersangka Muhamad Yasin als Pitung bin (alm) Eman dari Kejaksaan Negeri Cilegon, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  6. Tersangka I Adriano Gusti Tes Ais Ano anak dari Joni Sius Mali, Tersangka II Adrianus Leto anak dari Lambertus Loe dan Tersangka III Janex M. Leo Mau Bere anak dari Manuel Maskita dari Kejaksaan Negeri Lamandau, yang disangka Pasal 353 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 351 Ayat (1) tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
  7. Tersangka Wanson alias Dagok alias Lardok anak aari Good Frit M.Erang dari Kejaksaan Negeri Palangkaraya, yang disangka Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiyaan.
  8. Tersangka Romi Thaher dari Kejaksaan Negeri Seruyan, yang disangka Pasal 310 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  9. Tersangka Yuni Akhridatani binti Sukur dari Kejaksaan Negeri Kotawaringin Barat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP atau Pasal 362 KUHP jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

  • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
  • Tersangka belum pernah dihukum;
  • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
  • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
  • Pertimbangan sosiologis;
  • Masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.  (K.3.3.1/rel)