FORUM SERGAI | Di balik senyum para guru yang setiap hari berdiri di depan kelas, tersimpan luka yang selama ini mereka telan sendiri. Suara lirih mereka kini berubah menjadi jeritan yang mulai menggema: jeritan tentang janji yang dikhianati, tentang setoran yang tak pernah berhenti, dan tentang rasa takut kehilangan pekerjaan.
Di Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), sejumlah guru dan pegawai kontrak mulai berani membuka “tabir kejahatan” yang mereka alami. Selama bertahun-tahun, mereka mengaku diperlakukan layaknya “sapi perah” oleh oknum-oknum yang memanfaatkan kerentanan mereka dalam proses pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Setoran” untuk Sebuah SK
Salah seorang guru, Minggu (17/8/2025), dengan suara bergetar menceritakan pengalamannya. Sebelum menerima SK PPPK, ia bersama ribuan rekan lain diminta menyerahkan uang setoran sebesar Rp15 hingga Rp20 juta per orang. “Kami takut kalau menolak, nanti nama tidak keluar atau kontrak tidak diperpanjang,” ungkapnya.
Jeritan itu semakin keras ketika dana Tunjangan Profesi Guru (TPG) Triwulan IV tahun 2024 dan 2025 sempat tertahan berbulan-bulan. Dana miliaran rupiah baru cair pada awal Agustus 2025, setelah menimbulkan keresahan. Yang lebih mengejutkan, setiap pencairan dana TPG disebut-sebut disertai “ritual setoran” Rp300 ribu per orang, dengan alasan loyalitas pada pimpinan.
“Pelaku selalu menampilkan wajah ceria, kadang terlihat religius, tapi di balik itu ada permainan kotor yang menyakiti kami,” tutur seorang guru lain, sembari menahan air mata.
Rasa takut seolah menjadi bayang-bayang yang tak pernah hilang dari para guru dan pegawai ini. Mereka mengaku tak berani menolak perintah atau bersuara lantang, khawatir dipindahkan, diputus kontrak, atau tak diperpanjang SK PPPK.
Namun, momentum peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI memberi semangat baru. Mereka merasa saatnya menyuarakan kebenaran, melawan ketidakadilan, dan membongkar dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang disebut berlangsung sistematis.
Ketua Umum Aliansi Peduli Bersama Masyarakat Indonesia (ALISSS), Zuhari, yang hadir dalam upacara Proklamasi Kemerdekaan RI di Desa Firdaus, Kecamatan Sei Rampah, menyebut suara para guru ini tak boleh diabaikan.
“Kami mendorong Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) untuk mengusut dugaan pungli dalam proses pengangkatan PPPK 2023, 2024, dan 2025 di Sergai. Jangan hanya pelaku lapangan yang dijerat, tapi juga otak di balik praktik ini. Ke mana saja aliran dana pungli, siapa sutradaranya, itu harus diungkap,” tegas Zuhari.
Aroma busuk yang dulu hanya tercium samar, kini makin menyengat. Guru dan pegawai yang selama ini terpaksa bungkam, perlahan bangkit untuk bersuara. Mereka tahu risikonya, namun diam lebih lama justru berarti menyerahkan harga diri dan masa depan mereka.
Kini, bola panas berada di tangan aparat penegak hukum. Apakah jeritan guru dan pegawai kontrak di Sergai akan benar-benar mendapat jawaban? Atau kembali ditelan gelapnya tabir kekuasaan? (rel)







