FORUM JAKARTA | Dampak perubahan iklim yang semakin nyata telah menggerakkan banyak pihak untuk bertindak, termasuk pemerintah dan kelompok lintas agama di Indonesia dan Jepang.
Perubahan cuaca ekstrem, suhu harian yang meningkat, serta pergeseran musim yang tak menentu menjadi bukti bahwa krisis iklim bukan lagi sekadar ancaman, tetapi telah hadir di tengah-tengah kehidupan kita.
Untuk menghadapi tantangan global ini, pemerintah Indonesia telah berkomitmen mencapai net zero emission pada 2060, sebuah langkah penting dalam transisi energi dari fosil menuju energi terbarukan. Namun, komitmen ini membutuhkan lebih dari sekadar kebijakan; dukungan masyarakat luas, termasuk dari komunitas agama, sangat dibutuhkan.
Dalam konteks ini, Greenfaith Indonesia dan GreenFaith Jepang mengadakan dialog bertajuk “Dialog tentang Transisi Energi di Indonesia dan Peran Lintas Agama.”
Acara ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, tokoh agama, akademisi, hingga organisasi berbasis keagamaan dengan GreenFaith Jepang dan 9 perwakilan kelompok lintas agama dari negeri Sakura, Jepang, untuk membahas transisi energi dan dampaknya bagi masyarakat. Sedangkan dari Indonesia hadir Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Hindu, Budha, Konghuchu. Juga ada presentasi KLHK tentang Peran Pemuda dan Lintas Agama dalam Kampanye dan Pendidikan Lingkungan, serta pemaparan dari Eko Cahyono dari Pusat Studi Sajogo Institute.
Salah satu topik yang menjadi sorotan adalah PLTU Indramayu, yang pendanaannya berasal dari Jepang, serta peran komunitas agama dalam mengadvokasi kebijakan energi yang lebih berkelanjutan.
Peran Lintas Agama dalam Transisi Energi
Transisi energi bukan hanya isu teknis; ini juga menjadi permasalahan moral yang menuntut peran komunitas agama. Dalam acara ini, berbagai tokoh agama berbicara tentang bagaimana keyakinan dan ajaran agama mereka sejalan dengan prinsip keberlanjutan dan tanggung jawab lingkungan.
Hening Parlan, Direktur Green Faith Indonesia, dalam sambutannya menegaskan pentingnya peralihan dari energi fosil menuju energi ramah lingkungan. Menurutnya, agama memiliki peran besar dalam menggerakkan kesadaran masyarakat untuk menjaga bumi.
“Pertemuan ini penting untuk mendalami bagaimana lintas agama dapat berkontribusi dalam upaya menyelamatkan lingkungan. Melalui kolaborasi ini, kita dapat mempercepat perpindahan ke energi yang lebih bersih,” ujar Hening.
Yoshiro Sada, Direktur Green Faith Jepang, menambahkan bahwa Jepang dan Indonesia memiliki sejarah panjang. Jepang, melalui pendanaannya di PLTU Indramayu, menjadi sorotan dalam dialog ini. Menurut Yoshiro, pihaknya ingin mempelajari lebih lanjut dampak dari penggunaan energi kotor di Indonesia dan bagaimana Jepang dapat mengambil langkah lebih tegas dalam mendukung transisi energi berkelanjutan.