FORUM MEDAN | Ketua Relawan Persatuan Nasional (RPN) Sumatera Utara, Herianto SE mengutarakan bahwa utang luar negeri Indonesia terus meningkat, hal itu memang tak terhindari. Ketika perekonomian meningkat kegiatannya, maka utangnya pun bakal meningkat. Yang penting utang tersebut dialokasikan secara benar dan bisa dibayar kembali.
“Utang masih diperlukan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan fiskal , asalkan masih terkendali,” jelas Herianto SE, Ketua RPN Sumatera Utara dalam rilis yang diterima awak media , Jum’at (02/05/2025), di Medan .
Bank Dunia atau World Bank memperkirakan kenaikan ratio utang pemerintah Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) akan mencapai 40,1 persen pada 2025 , dan akan meningkat menjadi 40 , 8 persen pada 2026 , dan mencapai 41, 4 persen pada 2027 .
Data ini diungkap Bank Dunia dalam The Macro Poverty Outlook ( MPO ) edisi April 2025 yang dirilis Minggu lalu . Adapun , besaran ini sejalan dengan angka realisasi utang pada Januari 2025 .
Secara implisit Bank Dunia atau World Bank memperingatkan Indonesia agar berhati – hati dengan posisi utang Indonesia saat ini yang terus mengalami kenaikan .
Bung Heri pun menjelaskan bahwa kini , cara yang paling lazim digunakan oleh para ekonom adalah membandingkan utang luar negeri dengan Produk Domestik Bruto ( PDB ). Karena variabel ini dianggap menggambarkan secara objektif kekuatan ekonomi suatu negara. Meskipun banyak ukuran Ratio utang yang sering digunakan dan selalu disalah artikan ( misleading ).
Posisi cadangan devisa kita per akhir Maret 2025 tercatat sebesar 157,1 Milyar Dollar AS setara dengan pembiayaan 6,7 bulan import atau 6,5 bulan import dan pembayaran utang luar negeri kita . Dan ini berada di atas standart kecukupan internasional sebesar 3 bulan import .
Apalagi posisi utang 2025 , bukan bentuk tekanan fiskal melainkan strategi front loading , memperkuat cadangan keuangan negara menghadapi ketidakpastian ekonomi global , yang dipicu oleh dinamika tingkat suku bunga global
” Cadangan devisa kita mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta mampu menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan .” UngkapNya.
Beliau menilai pernyataan World Bank sebagai bentuk intimidasi ekonomi atau memilki motif tertentu dengan cara menakut – nakuti posisi utang yang cenderung menaik per setiap tahun .
Ada kekhawatiran Bank Dunia melihat arah kebijakan ekonomi Pemerintahan Prabowo yang dinilai telah jauh meninggalkan sistem ekonomi liberal yang selama ini bergantung kepada Lembaga Keuangan dunia seperti IMF dan World Bank . Di mana IMF dan World Bank selalu memanfaatkan posisi sebagai Lembaga Kreditur dengan mengintervensi kebijakan Regulasi Ekonomi ke setiap negara Debitur
“Motif intervensi terhadap kebijakan ekonomi Pemerintah Indonesia sebagai keanggotaan BRICS lah yang menjadikan Bank Dunia galau dan selalu ingin tetap ikut andil dalam Regulasi ekonomi kita,” tutup Bung Heri. (re)