FORUM ACEH | Terkait adanya dugaan kasus Anggaran Pendaatan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Tamiang, tahun 2019, yang telah dilaporkan oleh Muhammad Hanafiah, alias Agam, warga Kampung Bukit Tempurung, Kecamatan Kota Kualasimpang, Kabupaten Aceh Tamiang, ke Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat, yang dinilai Hanafia hingga kini belum diproses oleh pihak penegak hukum tersebut, akhirnya membuat dirinya melayangkan surat Somasi ke pihak Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) dan Kejari Aceh Tamiang, Senin, 31 Januari 2022.
Surat Somasi dari Hanafiah yang dilayangkan untuk DPRK dan Kejari Aceh Tamiang itu, juga diterima oleh Forum Keadilan. Dalam isi surat itu diuraikan oleh Hanafia, bahwa pada APBK Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2019 Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tamiang melaksanakan berbagai program pembangunan di seluruh SKPK yang ada di Lingkungan Pemkab Aceh Tamiang. Dari seluruh SKPK yang ada, ternyata ada sejumlah proyek pengadaan barang/jasa di SKPK Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Aceh Tamiang, yang selesai dikerjakan oleh pihak ketiga (Rekanan) pada tahun anggaran 2019, namun pihak Pemkab Aceh Tamiang (Eksekutif) tidak melakukan pembayaran kewajiban kepada pihak rekanan yang sudah menyelesaikan pekerjaannya pada tahun anggaran 2019 yang jumlahnya mencapai Rp13.383.250.951.
Lanjut isi surat itu, pihak ketiga yang mengerjakan proyek pengadaan barang dan jasa tersebut pada Tahun
Anggaran (TA) 2019 sudah menarik Dana Pertama (DP) untuk mengerjakan proyek tersebut. Tetapi ketika proyek selesai dikerjakan pada TA 2019 pihak Pemkab Aceh Tamiang gagal membayar kewajiban kepada pihak ketiga yang telah mengerjakan proyek dan kewajiban kepada pihak ketiga dibayar menggunakan APBK Aceh Tamiang TA 2020 (murni).
Kemudian, lanjut isi surat itu, pihak Pemkab Aceh Tamiang (eksekutif) malahan membayar kewajiban kepada pihak ketiga dengan cara mendahului anggaran menggunakan APBK Aceh Tamiang TA 2020 (murni) yaitu membayar mendahului anggaran dengan cara Bupati Aceh Tamiang menerbitkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang untuk merubah penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020.
Padahal, sebelumnya anggaran sebesar Rp13.383.250.951 untuk sejumlah paket proyek pengadaan barang dan jasa tahun anggaran 2019 tidak ada tercantum dalam KUA-PPAS RAPBK Aceh Tamiang TA 2020 dan juga tidak tercantum anggarannya pada APBK Aceh Tamiang TA 2020 (murni) yang telah diputuskan bersama oleh Eksekutif dan Legislatif melalui Qanun Kabupaten Aceh Tamiang Nomor 4 Tahun 2019 Tentang APBK Aceh Tamiang TA 2020 dan Peraturan Bupati Aceh Tamiang Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020 yang diterbitkan Bupati Aceh Tamiang pada tanggal 27 Desember 2019.
Namun, sambung isi surat Somasi tersebut, Bupati Aceh Tamiang, H.Mursil menerbitkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang Nomor 5 Tahun 2020 pada tanggal 16 Maret 2020 untuk merubah penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020 agar dapat menggunakan anggaran APBK Aceh Tamiang TA 2020 untuk membayar Kewajiban Kepada Pihak Ketiga yang telah menyelesaikan pekerjaan pengadaan barang dan jasa pada anggaran tahun sebelumnya (APBK Aceh Tamiang TA 2019) sebesar Rp Rp13.383.250.951. Bupati Aceh Tamiang juga menerbitkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang Nomor 15 Tahun 2020 tanggal 19 Mei 2020 dan Peraturan Bupati Aceh Tamiang
Nomor 23 Tahun 2020 tanggal 29 Juli 2020 yang kesemuannya Perbup tersebut untuk merubah penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020 (murni).
Beberapa kali pernah dalam sidang Paripurna hasil Pansus DPRK Aceh Tamiang tentang Penggunaan APBK Aceh Tamiang TA 2019 dan terkait tentang pertanggungjawaban laporan Keuangan APBK Aceh Tamiang TA 2019, pihak eksekutif (Bupati Aceh Tamiang) memberikan jawaban secara tertulis yang berbeda-beda alasan jawabannya yang dibacakan dalam sidang paripurna di DPRK Aceh Tamiang terkait dasar hukum tentang pembayaran uang sebesar Rp Rp13.383.250.951.
Namun alasan yang diberikan pihak eksekutif perubahan penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020 karena alasan adanya pandemi Covid-19 dan adanya penyesuaian anggaran APBK (APBD) Aceh Tamiang TA 2020 karena adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan.Alasan lainnya karena ada rekomendasi persetujuan dari BPK Perwakilan Aceh agar uang sebesar Rp Rp13.383.250.951 harus dibayar mendahului anggaran menggunakan APBK Aceh Tamiang TA 2020 (murni) dengan dalih pihak eksekutif dan legislatif sudah pernah berkonsultasi
dengan pihak Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh yang setuju uang kewajiban kepada pihak ketiga yang telah menyelesaikan pekerjaannya pada TA 2019 boleh dibayar dengan melakukan pergeseran anggaran atau perubahan penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020 untuk
membayar uang tersebut.
Padahal, sambung isi surat tersebut, pada Tahun Anggaran (TA) 2019 ketika pihak ketiga sudah selesai mengerjakan pekerjaan pengadaan
barang/jasa, pihak eksekutif diduga pernah menerbitkan SPM dan SP2D, namun uang kewajiban kepada pihak ketiga tersebut tidak dibayar karena dana bagi hasil (DBH) dari Pemerintah Pusat untuk Kab.Aceh Tamiang pada akhir tahun anggaran 2019 tidak ditransfer kepada Pemkab Aceh Tamiang.
Karena uang proyek gagal bayar pada TA 2019, sehingga pihak Eksekutif dan Legislatif pergi berkonsultasi dengan BPK Perwakilan Aceh di Banda Aceh.Hasil konsulatsi tersebut sehingga pihak BPK Perwakilan Aceh melakukan audit tentang APBK Aceh Tamiang TA 2019. Anehnya dari hasil audit BPK, pihak rekanan yang sudah selesai mengerjakan proyeknya diperintahkan oleh BPK untuk mengembalikan uang ke KAS Negara dengan alasan telah terjadi kelebihan bayar terhadap proyek yang telah mereka kerjakan, padahal waktu itu pihak rekanan belum dibayar hasil pekerjaannya pada TA 2019.
Selain itu, masih dalam isi surat tersebut, bahwa dari hasil audit pihak BPK, tidak ada rekomendasi yang isinya menyatakan pihak Pemkab Aceh Tamiang harus membayar kewajiban kepada pihak ketiga (rekanan) yang telah mengerjakan pekerjaan barang dan jasa TA 2019 harus dibayar mendahului anggaran
menggunakan APBK Aceh Tamiang TA 2020(murni) dan harus menerbitkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang untuk merubahan penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020 untuk membayar uang proyek sebesar Rp Rp13.383.250.951
Selain itu, Bupati Aceh Tamiang pada tanggal 20 Maret 2020 pernah menerbitkan surat Bupati Aceh Tamiang, Nomor 900/1820, sifat : penting, Hal : Penyampaian Peraturan Bupati tentang Perubahan Penjabaran APBK TA 2020.Surat tersebut ditujukan kepada Ketua DPRK Aceh Tamiang.
Namun, setelah terbit surat tersebut tidak ada dilakukan pembahasan bersama antara eksekutif dengan Legislatif. Namun surat tersebut diterbitkan sehubungan dengan hasil rapat Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang pada tanggal 14 Februari 2020 hal
Pembahasan mengenai Rasionalisasi Kegiatan APBK TA 2020 untuk pembayaran Kewajiban kepada pihak ketiga pada TA 2019.Tidak ada melibatkan pihak DPRK Aceh Tamiang untuk menggelar rapat membahas hal tersebut secara bersama-sama di gedung DPRK Aceh Tamiang,namun Bupati Aceh Tamiang langsung menerbitkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang sebagaimana tersebut di atas agar dapat membayar kewajiban kepada pihak Ketiga .
Padahal Qanun Nomor 4 Tahun 2019 tentang APBK Aceh Tamiang TA 2020 adalah hasil pembahasan dan keputusan bersama antara Legislatif dan Eksekutif. Namun ketika penjabarannya dirubah oleh pihak Eksekutif tanpa melibatkan pihak Legislatif.
Selanjutnya, ketika akan dibahas KUA-PPAS APBK –Perubahan TA 2020,Bupati Aceh Tamiang, H.Mursi (Pihak Eksekutif) ingin memasukkan biaya kewajiban kepada pihak Ketiga
tersebut sebesar Rp13.383.250.951 agar dapat diplotkan lagi pada APBK – Perubahan TA 2020. Padahal anggaran tersebut sudah dibayar mendahului anggaran APBK Aceh Tamiang TA 2020(murni) dengan cara menerbitkan Perbup Nomor 5 Tahun 2020 tentang Perubahan Penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020.
Tentu saja berdasarkan pemaparan tersebut diatas, sambung dalan isi surat somasi teresebut, pembayaran kewajiban kepada pihak ketiga yang telah menyelesaikan pekerjaan pengadaan barang dan jasa pada tahun anggaran 2019 yang dibayar dengan cara menerbitkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang untuk merubah
penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020(murni) atau membayar mendahului anggaran sebesar Rp13.383.250.951 dan upaya dari pihak eksekutif untuk memasukkan kewajiban kepada pihak ketiga tersebut yang sudah dibayar mendahului anggaran agar dapat
dimasukkan pada APBK-Perubahan Aceh Tamiang TA 2020 sebesar Rp Rp13.383.250.951, patut diduga terindikasi sangat bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan kasusnya perlu untuk diusut tuntas sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku agar adanya kepastian hukum demi tegaknya supremasi hukum di Kabupaten Aceh
Tamiang.
Lebih parah lagi, lanjut isi surat, pihak TAPK Eksekutif dan Badan Anggaran DPRK Aceh Tamiang pada sidang paripurna tidak setuju untuk membahas dan memasukkan lagi anggaran kewajiban kepada pihak ketiga tersebut pada APBK – Perubahan TA 2020 karena sudah dibayar pada APBK Aceh Tamiang TA 2020, namun data dan faktanya walaupun tidak disetujui pada sidang paripurna oleh Banggar dan Fraksi-Fraksi menolak atau tidak setuju memasukkan anggaran tersebut dalam APBK-Perubahan TA 2020, namun anggaran tersebut tetap masuk atau dicantumkan pada APBK-Perubahan TA 2020 berdasarkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang Nomor 35 Tahun 2020 tentang Penjabaran APBK-Perubahan Aceh Tamiang TA 2020.
“Hal ini sudah jelas tidak sesuai dengan Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020”, ungkap Hanafia dalam isi surat somasinya itu.
Selanjutnya dalam isi surat disebutkan, bahwa Penerbitan Perbup dan pembayaran kewajiban kepada pihak ketiga tersebut, diduga tidak sesuai dengan UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang -Undangan, UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN, Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah .Permendagri Nomor 33 Tahun 2019 tentang tata cara penyusunan RAPBD,PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,UU Nomor 23 Tahun 2003 dan UU UU Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintah Daerah, UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh serta sejumlah peraturan Perundang-Undangan lainnya.
“Karena itu, saya sebagai warga Kabupaten Aceh Tamiang, sesuai dengan UUD 1945 Pasal 1 ,18, 23, 27 dan 28F, PP Nomor 68 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam penyelenggara Negara, PP Nomor 45 Tahun 2017 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,” sebut Agam dalam isi surat.
Selain itu, sambung Hanafia dalam isi surat somasinya, walaupun ada dugaan penyalahan kewenangan yang dilakukan Bupati Aceh Tamiang atau fihak Eksekutif, namun fihak DPRK Aceh Tamiang tidak segera melaporkan kasus tersebut secara tertulis kepada aparat hukum.
“Karena itu melalui surat somasi yang saya sampaikan ini, saya mohon dari Bapak Ketua DPRK Aceh Tamiang dalam limit waktu dari surat Somasi ini 3 x 24 Jam untuk memberikan penjelasan secara tertulis :
- Menggapa fihak DPRK Aceh Tamiang tidak menggunakan Hak Angket dan Hak Interplasi terkait kasus ini.
- Mengapa DPRK Aceh Tamiang belum melaporkan kasus ini kepada aparat Hukum supaya kasus tersebut bisa diproses hukum.
- Apakah kasus tersebut tidak ada Undang-Undang dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku yang dilanggar. Demikian surat somasi ini saya sampaikan, atas perhatian dari Bapak saya ucapkan terima kasih,” tutup Hanafia dalam isi surat somasi itu.
Kemudian, berkaitan dangan hal itu, surat somasi yang disampaikan untuk pihak Kejari Aceh Tamiang, diuraikan Hanafia, pada APBK Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2019 Pemkab Aceh Tamiang melaksanakan berbagai program pembangunan di seluruh SKPK yang ada di Lingkungan Pemkab Aceh Tamiang.
Dari seluruh SKPK yang ada, ternyata ada sejumlah proyek pengadaan barang/jasa di SKPK Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Aceh Tamiang yang selesai dikerjakan oleh pihak ketiga (Rekanan) pada tahun anggaran 2019, namun pihak Pemkab Aceh Tamiang (Eksekutif) tidak melakukan pembayaran kewajiban kepada pihak rekanan yang sudah menyelesaikan pekerjaannya pada tahun anggaran 2019 yang jumlahnya mencapai Rp13.383.250.951.
Pihak Ketiga yang mengerjakan proyek pengadaan barang dan jasa tersebut pada Tahun Anggaran (TA) 2019 sudah menarik DP untuk mengerjakan proyek tersebut.
Tetapi ketika proyek selesai dikerjakan pada TA 2019 pihak Pemkab Aceh Tamiang gagal membayar kewajiban kepada pihak ketiga yang telah mengerjakan proyek dan kewajiban kepada pihak ketiga dibayar menggunakan APBK Aceh Tamiang TA 2020 (murni).
Pihak Pemkab Aceh Tamiang (eksekutif) malahan membayar kewajiban kepada pihak ketiga dengan cara mendahulyui anggaran menggunakan APBK Aceh Tamiang TA 2020 (murni) yaitu membayar mendahului anggaran dengan cara Bupati Aceh Tamiang menerbitkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang untuk merubah penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020.
Padahal, sebelumnya anggaran sebesar Rp13.383.250.951 untuk sejumlah paket proyek pengadaan barang dan jasa tahun anggaran 2019 tidak ada tercantum dalam KUA-PPAS RAPBK Aceh Tamiang TA 2020 dan juga tidak tercantum anggarannya pada APBK Aceh Tamiang TA 2020 (murni) yang telah diputuskan bersama oleh Eksekutif dan Legislatif melalui Qanun Kabupaten Aceh Tamiang Nomor 4 Tahun 2019 Tentang APBK Aceh Tamiang TA 2020 dan Peraturan Bupati Aceh Tamiang Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020 yang diterbitkan Bupati Aceh Tamiang pada tanggal 27 Desember 2019.
Namun, Bupati Aceh Tamiang, H.Mursil menerbitkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang Nomor 5 Tahun 2020 pada tanggal 16 Maret 2020 untuk merubah penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020 agar dapat menggunakan anggaran APBK Aceh Tamiang TA 2020 untuk membayar Kewajiban Kepada Pihak Ketiga yang telah menyelesaikan pekerjaan pengadaan barang dan jasa pada anggaran tahun sebelumnya (APBK Aceh Tamiang TA 2019) sebesar Rp Rp13.383.250.951.
Bupati Aceh Tamiang juga menerbitkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang Nomor 15 Tahun 2020 tanggal 19 Mei 2020 dan Peraturan Bupati Aceh Tamiang Nomor 23 Tahun 2020 tanggal 29 Juli 2020 yang kesemuannya Perbup tersebut untuk merubah penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020 (murni).
Beberapa kali pernah dalam sidang paripurna hasil Pansus DPRK Aceh Tamiang tentang Penggunaan APBK Aceh Tamiang TA 2019 dan terkait tentang pertanggungjawaban laporan Keuangan APBK Aceh Tamiang TA 2019, pihak eksekutif (Bupati Aceh Tamiang) memberikan jawaban secara tertulis yang berbeda-beda alasan jawabannya yang dibacakan dalam sidang paripurna di DPRK Aceh Tamiang terkait dasar hukum tentang pembayaran uang sebesar Rp Rp13.383.250.951.
Alasan yang diberikan pihak eksekutif perubahan penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020 karena alasan adanya pandemi Covid-19 dan adanya penyesuaian anggaran APBK (APBD) Aceh Tamiang TA 2020 karena adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan.
Alasan lainnya karena ada rekomendasi persetujuan dari BPK Perwakilan Aceh agar uang sebesar Rp Rp13.383.250.951 harus dibayar mendahului anggaran menggunakan APBK Aceh Tamiang TA 2020(murni) dengan dalih pihak eksekutif dan legislatif sudah pernah berkonsultasi dengan pihak BPK Perwakilan Aceh yang setuju uang kewajiban kepada pihak ketiga yang telah menyelesaikan pekerjaannya pada TA 2019 boleh dibayar dengan melakukan pergeseran anggaran atau perubahan penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020 untuk membayar uang tersebut.
Padahal pada TA 2019 ketika pihak ketiga sudah selesai mengerjakan pekerjaan pengadaan barang/jasa, pihak eksekutif diduga pernah menerbitkan SPM dan SP2D ,namun uang kewajiban kepada pihak ketiga tersebut tidak dibayar karena dana bagi hasil (DBH) dari Pemerintah Pusat untuk Kab.Aceh Tamiang pada akhir tahun anggaran 2019 tidak ditransfer kepada Pemkab Aceh Tamiang.
Karena uang proyek gagal bayar pada TA 2019, sehingga pihak Eksekutif dan Legislatif pergi berkonsultasi dengan BPK Perwakilan Aceh di Banda Aceh.Hasil konsulatsi tersebut sehingga pihak BPK Perwakilan Aceh melakukan audit tentang APBK Aceh Tamiang TA 2019.
Anehnya dari hasil audit BPK, pihak rekanan yang sudah selesai mengerjakan proyeknya diperintahkan oleh BPK untuk mengembalikan uang ke KAS Negara dengan alasan telah terjadi kelebihan bayar terhadap proyek yang telah mereka kerjakan, padahal waktu itu pihak rekanan belum dibayar hasil pekerjaannya pada TA 2019.
Selain itu, dari hasil audit pihak BPK, tidak ada rekomendasi yang isinya menyatakan pihak Pemkab Aceh Tamiang harus membayar kewajiban kepada pihak ketiga (rekanan) yang telah mengerjakan pekerjaan barang dan jasa TA 2019 harus dibayar mendahului anggaran menggunakan APBK Aceh Tamiang TA 2020 (murni) dan harus menerbitkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang untuk merubahan penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020 untuk membayar uang proyek sebesar Rp Rp13.383.250.951.
Selain itu, Bupati Aceh Tamiang pada tanggal 20 Maret 2020 pernah menerbitkan surat Bupati Aceh Tamiang, Nomor 900/1820, sifat : penting, Hal : Penyampaian Peraturan Bupati tentang Perubahan Penjabaran APBK TA 2020.Surat tersebut ditujukan kepada Ketua DPRK Aceh Tamiang.
Namun, setelah terbit surat tersebut tidak ada dilakukan pembahasan bersama antara eksekutif dengan Legislatif. Namun surat tersebut diterbitkan sehubungan dengan hasil rapat Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang pada tanggal 14 Februari 2020 hal Pembahasan mengenai Rasionalisasi Kegiatan APBK TA 2020 untuk pembayaran Kewajiban kepada pihak ketiga pada TA 2019.
Tidak ada melibatkan pihak DPRK Aceh Tamiang untuk menggelar rapat membahas hal tersebut secara bersama-sama di gedung DPRK Aceh Tamiang (bukti Surat Bupati Aceh Tamiang Terlampir), namun Bupati Aceh Tamiang langsung menerbitkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang sebagaimana tersebut di atas agar dapat membayar kewajiban kepada pihak Ketiga .
Padahal Qanun Nomor 4 Tahun 2019 tentang APBK Aceh Tamiang TA 2020 adalah hasil pembahasan dan keputusan bersama antara Legislatif dan Eksekutif. Namun ketika penjabarannya dirubah oleh pihak Eksekutif tanpa melibatkan pihak Legislatif.
Selanjutnya, ketika akan dibahas KUA-PPAS APBK –Perubahan TA 2020,Bupati Aceh Tamiang,H.Mursi (Pihak Eksekutif) ingin memasukkan biaya kewajiban kepada pihak Ketiga tersebut sebesar Rp13.383.250.951 agar dapat diplotkan lagi pada APBK –Perubahan TA 2020.
Padahal anggaran tersebut sudah dibayar mendahului anggaran APBK Aceh Tamiang TA 2020(murni) dengan cara menerbitkan Perbup Nomor 5 Tahun 2020 tentang Perubahan Penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020.
Tentu saja berdasarkan pemaparan tersebut diatas, pembayaran kewajiban kepada pihak ketiga yang telah menyelesaikan pekerjaan pengadaan barang dan jasa pada tahun anggaran 2019 yang dibayar dengan cara menerbitkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang untuk merubah penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020(murni) atau membayar mendahului anggaran sebesar Rp13.383.250.951 dan upaya dari pihak eksekutif untuk memasukkan kewajiban kepada pihak ketiga tersebut yang sudah dibayar mendahului anggaran agar dapat dimasukkan pada APBK-Perubahan Aceh Tamiang TA 2020 sebesar Rp Rp13.383.250.951 patut diduga terindikasi sangat bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan kasusnya perlu untuk diusut tuntas sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku agar adanya kepastian hukum demi tegaknya supremasi hukum di Kabupaten Aceh Tamiang.
Lebih parah lagi pihak TAPK Eksekutif dan Badan Anggaran DPRK Aceh Tamiang pada sidang paripurna tidak setuju untuk membahas dan memasukkan lagi anggaran kewajiban kepada pihak ketiga tersebut pada APBK – Perubahan TA 2020 karena sudah dibayar pada APBK Aceh Tamiang TA 2020,namun data dan faktanya walaupun tidak disetujui pada sidang paripurna oleh Banggar dan Fraksi-Fraksi menolak atau tidak setuju memasukkan anggaran tersebut dalam APBK-Perubahan TA 2020, namun anggaran tersebut tetap masuk atau dicantumkan pada APBK-Perubahan TA 2020 berdasarkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang Nomor 35 Tahun 2020 tentang Penjabaran APBK-Perubahan Aceh Tamiang TA 2020.
Hal ini sudah jelas tidak sesuai dengan Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020.
Penerbitan Perbup dan pembayaran kewajiban kepada pihak ketiga tersebut, diduga tidak sesuai dengan UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan , UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN.
Kemudian Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri Nomor 33 Tahun 2019 tentang tata cara penyusunan RAPBD, PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, UU Nomor 23 Tahun 2003 dan UU Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintah Daerah, UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh serta sejumlah peraturan Perundang-Undangan lainnya.
Karena itu, saya (Muhammad Hanafia, red) sebagai warga Kabupaten Aceh Tamiang, sesuai dengan UUD 1945 Pasal 1 ,18, 23, 27 dan 28F, PP Nomor 68 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggara Negara, PP Nomor 45 Tahun 2017 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, mohon kepada aparat hukum Kajari Aceh Tamiang agar kasus ini perlu diusut tuntas sesuai Peraturan Perundang Undangan yang berlaku agar adanya kepastian hukum demi tegaknya supremasi hukum di Kabupaten Aceh Tamiang. Kejari Aceh Tamiang perlu segera mengusut kasus kasus ini, melakukan Pro Justitia untuk memanggil :
1.Bupati Aceh Tamiang, Wakil Bupati Aceh Tamiang, Sekdakab Aceh Tamiang, Ka.Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Aceh Tamiang, Kadis PUPR, Kabid Bina Marga PUPR (Tahun 2019), Ketua DPRK Aceh Tamiang.
2 Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang serta anggota DPRK Aceh Tamiang dan fihak terkait lainnya yang ada hubungan dengan kasus ini untuk dimintai keterangan dan diproses sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang – Undangan yang berlaku agar adanya kepastian hukum sesuai dengan azas-azas Pemerintahan.
“Laporan yang saya sampaikan secara tertulis kepada Kejari Aceh Tamiang sudah berlangsung lebih setahun, namun belum ada terdengar kasus tersebut diproses hukum. Karena itu melalui surat somasi yang saya sampaikan ini, saya mohon dari Bapak Kajari Aceh Tamiang dalam limit waktu dari surat Somasi ini 3 x 24 Jam untuk memberikan penjelasan secara tertulis.Demikian surat somasi ini saya sampaikan ,atas perhatian dari Bapak saya ucapkan terima kasih,” tutup Hanafiah dalam surat somasinya untuk Kejari Aceh Tamiang.
Ketua DPRK Aceh Tamiang, Supriyanto dikonfirmasi Forum Keadilan terkait surat somasi itu via selular, 2 Februari 2022, mengatakan belum bisa menjawab surat somasi dari Muhammad Hanafia tersebut, karena dirinya sedang berada diluar daerah untuk menghadiri sebuah acara, dan juga menyatakan belum membaca isi somasi itu.
“Saya belum bisa menjawab atas surat somasi itu, karena sedang diluar daerah untuk menghadiri acara. Dan saya juga belum membaca surat somasi itu, karena saya belum menerima surat somasi itu,” kata Supriyato diujung selular
Sedangkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Aceh Tamiang, Agung Ardyanto SH belum bisa dikonfirmasi. Menurut keterangan yang disampaikan staf Kejari setempat, Kajari sedangan melakukan visual communication management (vicom), dan selesai pada pukul 17.00 WIB. (Sutrisno)
Teks Foto :
Muhammad Hanafia melayangkan surat somasi untuk DPRK dan Kejari Aceh Tamiang.