FORUM SERGAI | Sebuah laporan pengaduan masyarakat kembali mengetuk pintu penegakan hukum di Kabupaten Serdang Bedagai. Kali ini, Aliansi Peduli Bersama Masyarakat Indonesia (ALISSS) bersama Dewan Pimpinan Wilayah Lumbung Informasi Rakyat (DPW LIRA) Sumatera Utara melangkah ke Polres Tebing Tinggi, Selasa (28/10/2025), membawa berkas yang mereka sebut sebagai âsuara rakyat yang kecewa.â
Pengaduan itu menyoroti dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek peningkatan jalan desa dengan rabat beton di Dusun III dan IV, Desa Silau Padang, Kecamatan Sipispis, Kabupaten Serdang Bedagai. Proyek yang bersumber dari Dana Desa (DD) tahun 2023 dan 2024 itu, menurut mereka, telah jauh dari kata layak.
Menurut Ketua Umum ALISSS, Zuhari, laporan ini bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk tanggung jawab sosial terhadap penggunaan uang negara. Dalam dokumen yang diserahkan, mereka melampirkan foto-foto kondisi jalan rabat beton yang disebut rusak, retak, dan terkelupas, padahal baru dikerjakan dalam dua tahun terakhir.
âDari hasil penelusuran kami di lapangan, kualitas pekerjaan sangat memprihatinkan. Banyak badan jalan sudah retak, berlubang, bahkan kerikil berserakan. Ini mengindikasikan lemahnya pengawasan serta dugaan penggunaan material di bawah standar,â ujar Zuhari.
Dari catatan mereka, proyek tahun 2023 untuk kegiatan pemeliharaan jalan usaha tani menelan anggaran Rp484.343.600, sementara kegiatan tahun 2024 diperkirakan mencapai Rp387.045.270. Salah satu titik di Dusun IV disebut hanya sepanjang 100 meter dengan lebar 2,5 meter, namun memakan biaya sekitar Rp198 juta.
Nada tegas juga datang dari Erwandi, Ketua Satgas Anti Korupsi DPW LIRA Sumut. Ia menilai, proyek yang dibiayai dari Dana Desa seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat, bukan menjadi sumber kecurigaan.
âKami minta Kapolres Tebing Tinggi segera memanggil Kepala Desa Silau Padang untuk dimintai keterangan. Dugaan kecurangan ini berpotensi merugikan keuangan negara,â tegas Erwandi.
Menurutnya, kasus ini relevan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, serta UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
âPenegakan hukum harus dilakukan agar Dana Desa tidak menjadi ladang bancakan oknum,â tambahnya.
Dalam pernyataannya, Zuhari menegaskan bahwa pelaporan ini bukan semata mencari kesalahan, melainkan dorongan agar keadilan ditegakkan dan kepercayaan publik terhadap pemerintah desa tidak runtuh.
âSetiap dugaan perbuatan yang merugikan keuangan negara harus diusut tuntas. Proses hukum ini penting untuk menjaga keadilan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat,â ujarnya.
Menurutnya, aparat penegak hukum (APH) memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menindaklanjuti laporan seperti ini.
âSiapa pun pelakunya, termasuk oknum kepala desa, harus bertanggung jawab secara hukum. Sanksi pidana bukan hanya bentuk hukuman, tetapi juga cara mengembalikan kerugian negara,â imbuhnya.
Di balik laporan ini, terselip pesan yang lebih dalam. Infrastruktur desa sejatinya adalah denyut kehidupan ekonomi masyarakat kecil. Ketika proyeknya retak sebelum waktunya, bukan hanya beton yang rapuh â tapi juga kepercayaan warga terhadap pemerintah.
Turut hadir dalam penyampaian pengaduan tersebut, Gubernur LIRA Sumut H. Rizaldi Mavi, yang menyatakan dukungan penuh terhadap langkah hukum yang ditempuh kedua organisasi masyarakat itu.
Kini, publik menanti respons Polres Tebing Tinggi. Apakah laporan ini akan menjadi awal dari proses hukum yang transparan, atau sekadar menjadi tumpukan berkas di meja penyidik â waktu yang akan menjawab. (re)


 
							




