FORUM MEDAN | Pagi yang biasanya sibuk di kawasan Pelabuhan Belawan mendadak berubah menjadi tegang, Rabu (29/10/2025). Di tengah hiruk-pikuk truk kontainer dan kapal yang bersandar, puluhan jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menyebar ke dua titik strategis.
Target mereka jelas: menelusuri dugaan korupsi dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor jasa kepelabuhanan dan kenavigasian di Pelabuhan Belawan tahun 2023 hingga 2024.
Tim penyidik membagi tugas dalam operasi senyap yang berlangsung sejak pagi. Dua lokasi yang menjadi sasaran adalah:
- Kantor PT Pelindo Regional 1 Belawan, Jalan Lingkar Pelabuhan No.1, Belawan II, Medan.
- Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Belawan, pusat administrasi lalu lintas kapal dan pengawasan pelayaran.
Di kedua lokasi itu, penyidik memeriksa ruang keuangan, bagian pelaporan, serta ruangan inventarisasi data kedatangan kapal. Sejumlah dokumen dan perangkat elektronik diamankan dari ruang-ruang yang menjadi pusat pengelolaan keuangan dan data transaksi kepelabuhanan.
Pelaksana Harian Asisten Intelijen Kejati Sumut, Bani Ginting SH MH, menjelaskan bahwa penggeledahan dilakukan berdasarkan temuan awal penyidikan yang mengarah pada adanya penyimpangan dalam penerimaan uang hasil jasa kepelabuhanan dan kenavigasian.

âKami menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan dalam pengelolaan dan penerimaan uang hasil jasa kepelabuhanan dan kenavigasian di Pelabuhan Belawan. Penerimaan ini termasuk kategori PNBP,â ujar Bani Ginting melalui pesan resminya.
Penyidik, lanjutnya, menelusuri data keuangan, laporan lalu lintas kapal, dan dokumen administrasi yang diduga berkaitan dengan penerimaan PNBP.
âSasaran penggeledahan adalah bagian keuangan, pelaporan, dan pendataan kedatangan kapal. Semuanya dilakukan sesuai prosedur hukum,â tegasnya.
Langkah penggeledahan itu bukan tanpa dasar. Kejati Sumut telah memperoleh surat penetapan penggeledahan dari Pengadilan Negeri Medan Nomor 12/Pen.Pid.Sus-TPK-GLD/2025/PN.Mdn, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Penggeledahan Nomor Print-13/L.2/Fd.2/10/2025 tertanggal 28 Oktober 2025, ditandatangani langsung oleh Kajati Sumut Dr. Harli Siregar SH MHum.
âProses ini sepenuhnya sesuai dengan ketentuan KUHAP. Kami bertindak berdasarkan hukum untuk memastikan penanganan perkara berjalan profesional,â kata Bani Ginting menegaskan.
Penggeledahan itu menjadi bagian dari upaya penyidik mencari alat bukti tambahan dan memastikan siapa pihak yang paling bertanggung jawab dalam dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
Sumber di internal aparat penegak hukum menyebutkan, penyelidikan awal menemukan adanya ketidaksesuaian antara jumlah PNBP yang seharusnya diterima negara dengan angka yang masuk ke kas negara. Perbedaan signifikan itu muncul dari sektor jasa kepelabuhanan, kenavigasian, dan aktivitas lalu lintas kapal di Pelabuhan Belawan â salah satu pelabuhan tersibuk di Sumatera.

Mekanisme pungutan PNBP di sektor ini mencakup berbagai layanan, mulai dari tambat labuh kapal, jasa pandu, tunda, hingga kenavigasian. Semua layanan tersebut wajib disetor ke kas negara. Dugaan penyimpangan muncul ketika sebagian penerimaan diduga tidak tercatat secara utuh dalam sistem pelaporan.
Belawan, pelabuhan yang menjadi nadi ekonomi Sumatera Utara, kini berada dalam sorotan publik. Di balik geliat ekspor-impor dan aktivitas bongkar muat, muncul tanda tanya besar tentang transparansi pengelolaan uang negara.
Kejati Sumut tampaknya ingin menegaskan bahwa lembaga pelabuhan â yang selama ini dikenal vital bagi ekonomi nasional â tidak boleh luput dari akuntabilitas hukum.
âPenggeledahan ini diharapkan mendukung penyidikan agar segera ditemukan alat bukti yang cukup dan mengungkap siapa yang berperan,â tutup Bani Ginting.

PNBP dari sektor kepelabuhanan adalah salah satu tulang punggung pendapatan negara di luar pajak. Setiap transaksi di pelabuhan, mulai dari kapal sandar hingga bongkar muat, menjadi sumber pemasukan resmi.
Namun di sisi lain, sistem keuangan yang kompleks dan bersinggungan dengan banyak pihak â mulai dari operator, agen kapal, hingga otoritas pelabuhan â kerap membuka celah bagi penyimpangan.
Kasus yang kini diusut Kejati Sumut menjadi alarm bahwa transparansi pengelolaan dana publik di sektor pelabuhan masih rapuh. Publik tentu berharap, langkah hukum ini tidak berhenti di tahap penggeledahan semata, tetapi benar-benar menelusuri ke mana uang negara itu mengalir, dan siapa yang mengambil manfaatnya. (re)







