FORUM MEDAN | Dugaan penyelewengan dalam proyek pengadaan lahan pembangunan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Medan senilai Rp2,686 miliar mulai menemui titik terang. Seorang tokoh muda Marelan, MSN, yang juga menjabat sebagai Ketua DPK Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kecamatan Medan Marelan, mengajukan diri sebagai whistleblower.
Dengan kesadaran pribadi, MSN menyerahkan laporan resmi ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Belawan, Kamis (7/8/2025). Ia mengaku memiliki informasi penting serta menerima aliran dana yang diduga terkait dengan praktik mark up harga tanah yang berlokasi di Jalan Kapten Rahmad Budin, Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan.
“Saya menerima transfer dana sebesar Rp45 juta dari pemilik tanah, yang kemudian sebagian saya teruskan ke pihak lain. Karena saya khawatir ini bagian dari pelanggaran hukum, saya memilih bersikap jujur dan menyampaikan laporan secara resmi,” ungkap MSN dalam keterangannya.
Laporan ini mengindikasikan adanya ketidakwajaran dalam proses pengadaan, termasuk dugaan perbedaan signifikan antara harga pasar tanah setempat yang berkisar Rp1,5 juta–Rp1,7 juta per meter persegi dengan harga yang dibayarkan oleh Pemko Medan sebesar lebih dari Rp2 juta per meter.
Selain itu, informasi dari berbagai sumber menyebutkan bahwa beberapa dokumen pengadaan justru diteken setelah dana ganti rugi dibayarkan, memunculkan tanda tanya besar terkait prosedur yang dilalui.
Langkah MSN mengungkap dugaan pelanggaran ini menjadi refleksi kuat atas peran aktif masyarakat dalam mengawal anggaran negara, khususnya dana APBD Kota Medan Tahun 2025.
“Saya tidak ingin menjadi bagian dari kerugian negara. Jika dana yang saya terima adalah hasil dari dugaan mark up, saya siap mengembalikannya,” tambahnya.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Belawan, Daniel Setiawan Barus, membenarkan penerimaan laporan tersebut. “Laporannya akan ditelaah oleh tim,” ujarnya singkat melalui pesan WhatsApp.
Di sisi lain, upaya konfirmasi kepada sejumlah pejabat Pemko Medan belum membuahkan hasil. Baik pemilik lahan RH, Sekretaris Daerah Kota Medan, maupun Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) belum memberikan tanggapan.
Sementara itu, Plt. Kepala Dinas PKPCKTR Kota Medan, Melvi Marlabayana, menyatakan bahwa proses pengadaan tanah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dan hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
“Proses pengadaan mengacu pada standar penilaian Indonesia (SPI) dan dilakukan oleh KJPP Muttaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan Rekan,” terang Melvi.
Namun, ia belum merespons desakan dari Forum Komunikasi Suara Masyarakat (FKSM) agar kejaksaan memeriksa detail proses pengadaan tersebut.
Di tengah ketidakjelasan ini, warga sekitar mempertanyakan logika harga tanah yang dibayar pemerintah. Mereka membandingkan harga pasar aktual yang jauh lebih rendah dengan nilai yang telah dibayarkan untuk lahan semak belukar yang belum ditimbun.
“Tanah di sebelahnya saja yang sudah ditimbun dan bersertifikat ditawarkan Rp1,5 juta per meter. Kok bisa lahan semak dibayar lebih dari Rp2 juta per meter?” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya. (re)







