Ahli Pidana USU: Tidak Terbukti Formil dan Materil, Sifat Melawan Hukum dan Kerugian, Terdakwa Tak Bisa Dipidana

IMG 20211130 WA0278

FORUM MEDAN |. “Orang lain atau pihak lain tidak berhak atau keberatan terhadap persetujuan seseorang dalam pembuatan akta Notaris”.

Hal tersebut diungkapkan Ahli hukum pidana dari Universitas Sumatera Utara (USU) Prof. DR. Edi Warman SH., M.Hum, saat memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang dugaan pemalsuan dengan terdakwa David Putranegoro alias Liem Kwek Liong,di ruang cakra 6 Pengadilan Negeri ( PN ) Medan, Selasa (30/11/2021).

Dipersidangan tersebut salah satu Hakim Anggota anggota, Martua Sagala, SH., MH menanyakan kepada ahli β€œ dalam hal pembuatan sebuah akta, misalnya saya tidak berada ditempat itu, namun saya membuat persetujuan atas Akta tersebut, setelah itu dikemudian hari baru saya tandatangani, menurut pendapat Prof bagaimana ? ahli hukum menjawab β€œ ya itu tergantung penilaian majelis hakim ” selanjutnya Hakim Martua Sagala kembali bertanya, β€œ apakah orang lain boleh keberatan atas persetujuan yang saya buat dalam Akta tersebut ? ” ahli hukum menjawab β€œ orang lain tidak ada hak untuk keberatan dalam persetujuan tersebut, ” Tegas Ahli Pidana USU tersebut.

Dalam sidang tersebut banyak pertanyaan yang diajukan Jaksa maupun kuasa hukum terdakwa yang menjurus pada materi perkara. Namun Ahli Edy Warman tidak berkenan menjawabnya, sebab ranah pertanyaan masing- masing pihak merupakan hak majelis hakim yang menilainya.

Ahli Hukum Pidana menyebutkan, β€œ dalam teori hukum pidana, seseorang itu dapat dipidana apabila telah terbukti dulu yang pertama perumusan deliknya baik formil maupun materilnya. Kedua sifat melawan hukum baik formil maupun materilnya. Ketiga tercela yaitu, “adanya kesalahan dan adanya kerugian, ”, Ungkap Edi Warman.

Usai mendengarkan keterangan Ahli Pidana Prof.DR. Edi Warman, SH.Mhum, majelis hakim pun menunda sidangan hingga pekan depan.

Diluar sidang Kuasa Hukum Terdakwa Oloan Tua Partempuan, SH mengatakan β€œ Fakta dipersidangan setelah memeriksa seluruh saksi, baik saksi fakta, korban (Jong Nam Liong), Saksi Mimiyanti dan Saksi Jong Gwek Jan menyatakan membenarkan mereka menandatangani dan membubuhkan cap jempol didalam minut akta No. 8″.

Selanjutnya saksi Rismawati, Saksi Antoni, Saksi Fujiyanto Ngariawan, Saksi Lim Soen Liong dan Terdakwa menyatakan bahwa benar Akta No. 8 dibuat dirumah Jong Tjin Boen di Jln. Juanda III Medan, dihadapan Notaris Fujiyanto Ngariawan, SH. Jadi tidak ada unsur-unsur pasal yang dilanggar oleh Klien kami seperti yang dikatakan oleh ahli hukum Pidana Bapak Prof. DR. Edi Warman, SH., M.Hum baik formil maupun materilnya, Ucap Oloan kepada awak Media.

Kemudian kata Oloan, ” ahli juga menyebutkan seseorang dapat dipidana kalau ada yang dirugikan”. Bahwa jelas Terdakwa atau Klien kami tidak pernah merugikan para Pelapor (Jong Nam Liong, Mimiyanti dan Jong Gwek Jan) karena Akta Kesepakatan Bersama No. 8 adalah merupakan kehendak Jong Tjin Boen yang merupakan orang tua para Pelapor dan Terdakwa. Klien kami hanya menjalankan apa yang dicantumkan didalam Akta Kesepakatan Bersama No. 8 dan selama ini jika ada harta milik Jong Tjin Boen yang dijual maupun disewakan ataupun ada hasil usaha, Klien kami sudah membagikannya kepada seluruh ahliwaris dari Jong Tjin Boen sesuai dengan Persentase yang terdapat didalam Akta Kesepakatan Bersama No. 8 dan bukti tanda terima pembagian (hasil sewa rumah, ruko, hasil penjualan asset dan deviden-deviden usaha) yang telah kami serahkan kepada Majelis Hakim sebagai barang bukti dalam perkara ini, dan tidak ada yang dirugikan oleh Klien kami.,” tandas kuasa hukum David.

Selain itu Ahli juga ada menyebutkan β€œ yang menyuruh dapat dipidana kalau merugikan orang lain. Dalam hal ini yang menyuruh membuat Akta No. 8 adalah Jong Tjin Boen dan sudah disepakati dan disetujui oleh semua anggota keluarga Jong Tjin Boen, dan telah membubuhkan tandatangan dan cap jempol kedalam Akta, Notaris Fujiyanto Ngariawan, SH. Bahkan terlebih dahulu membacakan Akta Kesepakatan Bersama No. 8 kepada semua pihak, jadi klien kami bukanlah orang yang menyuruh ataupun konseptor terhadap Akta Kesepakatan Bersama No. 8 seperti yang didakwakan oleh sdr. Jaksa Penuntut Umum didalam dakwaannya, ” papar Oloan.

Kuasa Hukum Terdakwa Oloan Tua Partempuan, SH menambahkan lagi, β€œAkta No. 8 ini dibuat oleh Jong Tjin Boen dikarenakan didalam keturunan Jong Tjin Boen terdapat anak sah, anak diakui sah dan anak diluar kawin, sehingga Jong Tjin Boen terpikir untuk membagikan hartanya secara adil dalam suasana kebathinan kepada seluruh ahliwaris yang dibuat dalam bentuk Akta Notaris berupa Perjanjian Kesepakatan Bersama No. 8. Oleh sebab itu Akta Kesepakatan Bersama No. 8 ini dibuat justru sebenarnya menguntungkan para pelapor mendapat bagian 12 % dari harta peninggalan orang tuanya.

Karena apabila tidak ada Akta Kesepakatan Bersama No. 8 menurut ketentuan Pasal 863 KUHPerdata para Pelapor hanya mendapat 3 % dari bagian anak sah, karena status para Pelapor adalah anak yang diakui sah (bukan anak sah).

“Seharusnya Jaksa Penuntut Umum lebih cermat dalam mempertimbangkan hal ini kepada para Pelapor, apakah adanya Akta Kesepakatan Bersama No. 8 menguntungkan atau dapat merugikan para pelapor,” tutur kuasa hukum David. (Apri)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *