FORUM MEDAN | Di persidangan hakim anggota Dahlia Panjaitan bertanya kepada Ahli Pidana DR. Alpi Sahari, SH., M.Hum. “Siapakah orang atau pihak – pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap pembuatan suatu akta?
Ahli Pidana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara tersebut menerangkan didepan persidangan sesuai keahliannya. “Yang dapat dimintai pertanggung jawaban hukum terhadap suatu akta otentik adalah para pihak yang bertandatangan di dalam akta itu, sedangkan yang tidak bertanda tangan tidak bisa dimintai pertanggung jawaban hukum,” ungkap Ahli Spesialis hukum pidana UMSU ini.
Hal tersebut dikatakan DR. Alpi Sahari SH MHum ketika menjawab pertanyaan hakim anggota Dahlia Panjaitan diruang sidang Cakra VI Pengadilan Negeri (PN) Medan, dihadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Candra Priono Naibaho dari Kejari Medan dan Majelis Hakim yang diketuai oleh Dominggus Silaban didampingi hakim anggota Martua sagala serta Terdakwa David Putranegoro yang didampingi Kuasa Hukumnya Oloan Tua Partempuan, SH dan Raja Sungkunen Lingga, SH.
Ahli juga menjelaskan, dalam membuat surat palsu atau memalsukan surat, itu merupakan dua objek yang berbeda. Menurut Dosen UMSU ini “ pemalsuan surat dalam Pasal 263 BAB XII Tentang Kejahatan KUHP unsur objektifnya adalah membuat surat palsu dan memalsukan surat, membuat surat palsu, pengertiannya adalah surat yang awalnya tidak ada menjadi ada, dimana isi surat baik sebagian maupun seluruhnya adalah palsu atau bertentangan dengan kebenaran ” Terang ahli kepada majelis hakim.
Tambah Ahli “ Kalau memalsukan surat pengertiannya adalah surat yang sudah ada dirubah baik sebagian ataupun seluruhnya sehingga bertentangan dengan yang aslinya termasuk juga memalsukan tandatangan,” ucap DR. Alpi Sahari, SH., M.Hum
Selain itu Ahli juga menjelaskan tentang Akta Otentik menurut Pasal 266 KUHP, Ahli menyebutkan “ Akta Otentik didalam Pasal 266 KUHP adalah Akta yang dibuat dihadapan Notaris, dimana para pihak datang kenotaris untuk menyatakan kebenaran dan suatu hubungan hukum dengan akta itu, itulah makna menempatkan keterangan dalam suatu Akta Otentik ” selanjutnya jika Akta tersebut palsu, Ahli menyebutkan “ tanggung jawab berkaitan dengan akta itu ada kepada diri pihak yang bertandatangan didalam Akta”
Selanjutnya Ahli juga menyebutkan “ bahwa akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna ”
Diluar persidangan Kuasa Hukum Terdakwa, Oloan Tua Partempuan, SH dan Raja Sungkunen Lingga, SH menambahkan bahwa ahli yang dihadirkan Jaksa diluar BAP telah menjabarkan tentang unsur Pasal 266 dan Pasal 263 KUHP dari keterangan ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa yang bertanggung jawab terhadap pembuatan akta otentik adalah pihak yang menyuruh, ahli jelas menyebutkan dalam pembuatan suatu akta otentik bahwa yang dimaksud dengan yang menyuruh didalam pembuatan suatu akta adalah para pihak yang menghadap ke notaris untuk membuat / menyatakan kebenaran atau suatu hubungan hukum, oleh sebab itu yang bertanggung jawab berkaitan dengan akta ini ada kepada diri para pihak yang bertandatangan didalam Akta tersebut, dalam hal ini Klien kami David Putranegoro bukan termasuk pihak didalam Akta Kesepakatan Bersama No. 8 tgl, 21 Juli 2008 yang dibuat oleh Notaris Fujiyanto Ngariawan, SH, didalam akta tersebut pihaknya adalah :
Pihak I adalah Tn. Jong Tjin Boen
Pihak II adalah Ny. Choe Jit Jeng (mewakili Juliana, Denny dan Winnie), Jong Gwek Jan, Jong Nam Liong dan Mimiyanti
Dan Pihak III adalah Suriati, Syamsuddin, Lim Soen Liong dan Ramli
Sedangkan Klien kami David Putranegoro bukan termasuk Pihak didalam Akta tersebut, Klien kami hanya ditunjuk dan dipercaya oleh Pihak I, Pihak II dan PIhak III berdasarkan Pasal 4 Akta Kesepakatan Bersama No. 8 yang menyebutkan “ bilamana sertifikat-sertifikat hak atas tanah dan bangunan yang telah disebutkan dalam akta ini telah dibagikan dan telah terdaftar atau dibalik nama keatas nama Pihak Kedua (Jong Gwek Jan, Jong Nam Liong, Mimiyanti, Juliana, Denny dan Winnie), maka para pihak dalam perjanjian ini telah saling setuju dan mufakat untuk menunjuk Tn. David Putranegoro, untuk menyimpan asli dari Sertifikat-sertifikat hak atas tanah tersebut ”. jadi menurut kami sdr. Jaksa Penuntut Umum keliru dan kurang cermat dalam menafsirkan Pasal 266 terhadap Klien kami, karena Klien kami bukan termasuk para pihak didalam Akta Kesepakatan Bersama No. 8 tersebut.
Oloan juga menambahkan bahwa Kliennya tidak mendapat keuntungan apapun didalam persentase pembagian harta warisan yang terdapat didalam Akta No. 8 (Persentase 0 %), dan sedangkan saat ini yang menguasai tanah maupun bangunan terhadap seluruh harta peninggalan dari alm. Jong Tjin Boen adalah saksi korban (Jong Nam Liong, Mimiyanti dan Jong Gwek Jan), oleh karena itu Klien kami tidak pernah menimbulkan kerugian bagi saksi korban (jong Nam Liong, Mimiyanti dan Jong Gwek Jan), jadi tidak benar apa yang didakwakan oleh sdr. Jaksa Penuntut Umum yang menyebutkan Terdakwa telah merugikan para saksi korban tersebut.
Usai mendengarkan keterangan Ahli Pidana dari UMSU tersebut yang dihadirkan JPU Candra didepan persidangan. Majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan .(Apri).