OPINI  

Anak Jadi Sasaran Judol Kapitalisme Biang Kehancuran Generasi

WhatsApp Image 2023 12 20 at 14 22 36

Oleh: Rismayana (Aktivis Muslimah)

Baru-baru ini Badan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan adanya temuan transaksi keuangan yang berbasis digital melalui rekening anak usia 10 hingga 19 tahun. Dari hasil temuan PPATK terungkap bahwa transaksi tersebut berasal dari transaksi judi online.

Maraknya judi online yang menyasar anak-anak di negeri ini bukanlah suatu kebetulan. Karena hasil audit yang dikeluarkan oleh PPATK melalui program Mentoring Berbasis Resiko (Promensisko) terdeteksi adanya pencucian uang berbasis digital.

Menurut keterangan yang disampaikan Ivan Yustiavandana selaku kepala PPATK, ada temuan jumlah deposit data pada kuartal 1 – di tahun 2025 sebesar Rp 2,2 milyar dilakukan oleh pemain berusia 10-16 tahun. Sedangkan deposit sebesar 47,9 miliar didapat dari anak usia 17-19 tahun. Dan deposit yang mencapai nilai tertinggi didapat dari pemain usia antara 31-40 tahun, dengan nilai mencapai 2,5 triliun.

Menurut kepala PPATK Ivan Yustiavandana angka-angka yang diaudit bukan sekedar angka saja. Namun dampak sosial dari kecanduan judi online ini akan menimbulkan berbagai konflik di masyarakat baik itu rumah tangga maupun kehidupan di tengah masyarakat. Ujar Ivan melalui siaran pers Promensisko pada Ahad (11/5/2025).cnbc.indonesia (11/5/2025)

Dan yang lebih miris lagi dari temuan yang diaudit oleh PPATK tercacat 197.050 anak terlibat judi online.
Dari hasil temuan yang diaudit kepala PPATK tersebut, baru-baru ini pemerintah mengeluarkan peraturan baru tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE) dalam perlindungan anak (PP Tunas). Di mana sistem ini mewajibkan setiap penyelenggara Sistem Elektronik membatasi akses digital anak.

Hal ini untuk melindungi data pribadi serta ikut meningkatkan literasi digital. Dan pemerintah juga menekankan para orang tua untuk berperan aktif dalam mengedukasi anak tentang bahaya judi online dan orang tua juga ditekankan untuk selalu mendampingi ketika anak beraktivitas dengan media digital mereka. Dan lebih lanjut pemerintah menganjurkan para orang tua untuk segera berkonsultasi ke psikolog atau KPAI jika menemukan tanda-tanda kecanduan pada anak. (beritasatu.com,19/mei/2025).

Apa penyebab masalah kasus judi online merebak di kalangan anak-anak?

Penyebab anak-anak ketagihan bermain judi online ini bisa disebabkan karena beberapa faktor. Faktor pertama tentu berasal dari keluarga anak itu sendiri. Di mana peran orang tua dalam pengawasan anak dalam bermain di media digital tidak ada pendampingan. Sehingga anak kebablasan dalam mengunakan sosial medianya. Dan didukung dengan adanya kemudahan akses dalam mencari permainan, dan didukung dengan pengaruh iklan yang menarik serta fitur perjudian dalam game online sangat membuat anak penasaran. Sehingga anak-anak terjebak dalam permainan judi online.

Yang lebih mirisnya lagi anak pecandu judi online ini kebanyakan berasal dari keluarga yang taraf ekonomi keluarganya yang kelas menengah ke bawah. Bahkan kebanyakan anak yang pecandu judi online dalam lingkungan keluarga kurang mendapatkan pendidikan agama yang cukup. Anak-anak tersebut juga kurang mendapatkan pembelajaran langsung bagaimana menerapkan norma-norma agama di kehidupan sehari-hari tentang akibatnya bermain judi online merupakan pelanggaran dalam norma agama. Dan dalam pandangan hukum negara merupakan tindakan kriminalitas.

Namun lagi-lagi di era sistem Demokrasi Kapitalisme, fenomena juli online yang membidik anak-anak bukan sekedar suatu kebetulan. Karena penguasa yang saat ini dalam menjalankan roda perekonomiannya menganut sistem Demokrasi Kapitalisme, tentu keuntungan menjadikan landasan utamanya. Karena sistem ekonomi kapitalis standar kebahagiannya adalah materi, bukan halal dan haram.

Maka ketika industri digital ini bisa bermanfaat untuk memperoleh keuntungan yang besar penguasa dalam sistem kapitalis dalam mencegah atau pun mengatasi maraknya judi online yang menyasar anak-anak tidak akan mampu menyelesaikan secara sistematis dan serius. Karena di satu sisi keuntungan yang didapat dari situs judi online sangat besar. Dan di satu sisi lagi tentu penguasa sebagai pelindung rakyat tentu ada tekanan untuk memberantas kasus tersebut.

Lagi-lagi inilah rusaknya penerapan dari sistem kapitalis, penguasa dalam memberantas kasus judi online tidak memiliki upaya yang serius dan sistematis dalam mengatasinya. Pemutusan akses untuk memblokir situs judi online tidak sepenuh hati dan tebang pilih. Sehingga banyak situs yang masih tetap aktif. Ini membuktikan bahwa sistem Demokrasi Kapitalis tidak memiliki solusi yang hakiki untuk menyelamatkan generasi muda dari kriminalitas.

Inilah wajah asli dari sistem kapitalis yang menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama, meski harus merusak generasi muda dengan tidak seriusnya penguasa dalam memberantas industri judi online yang sedang menjamur pada saat ini.

Berbeda dengan Islam. Dalam pandangan Islam judi online merupakan bagian dari pelanggaran norma agama, dan ini dilarang dan dianggap sebagai perbuatan keji dan diharamkan Allah SWT.

Hal ini disebutkan dalam Al- Qur’an surah Al- Maidah ayat 90-91, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat, maka tidaklah kamu mau berhenti?”

Dalam sistem Islam, fenomena judi online yang menyasar pada anak-anak tentu tidak akan bisa terjadi seperti saat ini. Karena dalam Islam anak adalah aset peradaban dunia. Tentunya penguasa dalam hal ini Khalifah akan menekankan pentingnya ketakwaan individu. Di mana keluarga atau orang tua khususnya ibu punya peran penting dalam membentuk moral anak dengan menanamkan aqidah yang kuat. Dengan menanamkan aqidah yang kuat tentu anak tidak akan mudah berbuat maksiat.

Penguasa sebagai periayah umat tentu punya peran penting dalam memajukan dan mencetak generasi yang gemilang. Salah satunya dengan menjalankan sistem pendidikan berbasis aqidah Islam. Negara dalam sistem tidak hanya mengejar nilai akademik semata seperti yang dijalankan sistem kapitalis saat ini. Negara tentunya akan fokus pada pembentukan pola pikir dan pola sikap sesuai dengan syariat Islam. Anak akan didik untuk menjadikan halal dan haram sebagai standar dalam berperilaku. Termasuk dalam mengakses literasi digital sesuai dengan batasan syariat Islam.

Karena penguasa (Khalifah) dalam negara Islam tugasnya adalah menjaga rakyat dari segala macam kerusakan, termasuk judi online. Tentunya negara akan berupaya secara maksimal menutup akses judi online secara menyeluruh dan mencegah konten-konten yang merusak lainnya. Dan digitalisasi yang semakin canggih akan diarahkan negara untuk kemaslahatan rakyat.

Wallahu a’lam bisshawab.

Penulis adalah Rismayana (Aktivis Muslimah)