Kebijakan pemblokiran rekening “menganggur” oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menuai kontroversi di masyarakat. Ratusan juta rekening yang tidak menunjukan aktivitas dalam tiga bulan terakhir dikategorikan sebagai dormant atau rekening pasif.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan kebijakan blokir rekening pasif (dormant) yang dilakukan PPATK, dikatakan untuk mencegah tindak pidana penyalahgunaan rekening pasif untuk praktik ilegal, seperti penipuan, pencucian uang dan jual beli rekening.
Tujuan dari kebijakan yang dilakukan oleh PPATK sebenarnya akan berdampak baik karena dapat mengantisipasi kejahatan seperti penipuan atau penyalahgunaan rekening.
Berdasarkan data PPATK, setelah dilakukan pemblokiran rekening dormant pada 16 Mei 2025, jumlah deposit judi online turun menjadi Rp2,29 triliun pada Mei 2025. Angkanya pada Juni 2025 kembali turun menjadi Rp1,5 triliun.
Namun di sisi lain langkah yang diambil belum tepat, tidak ada nya pemberitahuan terkait pemblokiran kepada nasabah atau edukasi untuk menjaga rekening, sehingga membuat masyarakat keberatan atas kebijakan pemblokiran rekening yang dilakukan secara tiba-tiba.
Kebijakan yang dilakukan juga memukul rata semua rekening yang tidak adanya transaksi selama 3 bulan, seharusnya sebelum melakukan pemblokiran ada upaya untuk mencari tau masalah rekening yang tidak aktif. Masyarakat beranggapan bahwa kebijakan yang diambil justru merepotkan karena harus mengaktifkan kembali rekening yang dibekukan sementara. Banyak masyarakat yang sengaja menyimpan uang di rekening baik itu untuk dana darurat, investasi, persiapan untuk pensiun dan sebagainya.
Dalam sistem Kapitalisme sekuler melegalkan pelanggaran terhadap kepemilikan pribadi, termasuk pemblokiran rekening yang baru-baru ini terjadi tanpa bukti hukum yang sah. Kasus pemblokiran rekening dormant oleh PPATK menjadi contoh nyata bagaimana negara, atas nama pengawasan keuangan, dapat mengakses, membatasi, bahkan menghentikan hak seseorang atas harta pribadinya tanpa proses peradilan yang transparant. Ini bertentangan dengan Islam yang melindungi hak kepemilikan secara mutlak. Kebijakan ini merupakan akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem Kapitalisme ini mengajarkan bahwa materi adalah diatas segalanya. Sistem Kapitalisme Sekularisme menjadikan negara sebagai alat penekan rakyat, bahkan bisa memeras dan merampas harta tanpa hak. Negara seakan mencari berbagai celah dari rakyatnya yang berpotensi untuk diambil keuntungannya.
Begitu juga jika pemblokiran tanpa proses hukum akan melanggar prinsip al-bara’ah al-asliyah (praduga tak bersalah). Karena kebijakan yang dilakukan oleh PPATK ini meratakan semua nasabah, akhirnya banyak yang merasa terdzolimi. Dalam Islam, seseorang dianggap bebas tanggung jawab hukum sampai terbukti dengan sangat jelas.
Dalam Islam, negara tidak memiliki kewenangan untuk merampas atau membekukan harta warga secara sewenang-wenang. Karena Islam sudah mengatur dalam hal konsep kepemilikan. Yaitu kepemilikan umum dan kepemilikan Individu. Jika kepemilikan umum, negara berhak bertanggung jawab atas segala nya, mengelola dengan baik dan memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Begitu juga kepemilikan individu, negara hanya bisa membantu menjaga tanpa ikut serta dalam kepengurusan. Jika sudah tidak lagi dikelola baru negara bisa mengambil alih kepemilikan tersebut. Begitulah semestinya negara menjaga kepemilikan dengan benar tidak dengan sembarangan masuk keranah nya. Negara Khilafah justru menjadi raa ‘in yang akan menjamin distribusi kekayaan dan keadilan. Islam menekankan prinsip amanah dan keadilan bagi setiap pemegang kekuasaan serta menetapkan sistem hukum yang transparan dan sesuai dengan syariat.
Negara Khilafah menerapkan syariat Islam secara kaffah (komprehensif) sehingga jelas batas antara yang haq dan yang bathil. Hal ini melahirkan ketentraman hidup di dunia dan keselamatan di akhirat. Dengan demikian, menerapkan syariat Islam secara kaffah dapat menjadi solusi tuntas untuk mengatasi persoalan-persoalan yang sedang dihadapi saat ini, termasuk untuk mengelola keuangan dan mencegah segala kejahatan.
Wallahu a’lam bishawab
Penulis adalah Khairani (Mahasiswi Universitas Al-Azhar Medan)







