IMM Deli Serdang Laporkan Dugaan Perampokan Dana Desa Lewat Bimtek ke Kejati Sumut

Untitled 1 5
Ahmad Ramadhan, koordinator aksi IMM Deli Serdang

FORUM MEDAN | Deretan sepeda motor mahasiswa beriringan menuju halaman Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), Selasa (19/8/2025) siang. Suara toa dan kibaran spanduk mewarnai udara panas Medan. Seratusan mahasiswa dari Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Kabupaten Deli Serdang berteriak lantang: “Stop perampokan dana desa lewat Bimtek!”

Aksi ini bukan sekadar demonstrasi jalanan. Di baliknya, tersimpan dokumen, data, dan kesaksian yang menunjukkan adanya pola penyalahgunaan Anggaran Dana Desa (ADD) melalui kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) yang dinilai sarat rekayasa dan minim manfaat.

IMM mengungkap dua kegiatan besar yang menyeret puluhan desa di Deli Serdang. Pertama, Bimtek Pembentukan dan Pengelolaan Koperasi Desa Merah Putih yang digelar Lembaga Pengembangan Manajemen Pembangunan (Lempamap) di Hotel Grand Orri, 31 Juli–6 Agustus 2025.

Kedua, Bimtek Peningkatan Kapasitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) oleh Yayasan Lembaga Kebijakan Study Nasional (YLKSN) yang dilaksanakan dalam dua gelombang pada 22–28 Juni 2025 di beberapa hotel mewah kawasan Berastagi: Brastagi Cottage, Grand Garden, Rudang, dan Grand Orri.

Dokumen yang diperoleh IMM menunjukkan setiap peserta desa dikenakan biaya Rp6,5 juta, yang semuanya bersumber dari ADD. Jika ditotal, dana yang tersedot mencapai Rp7,41 miliar. Dana sebesar itu, menurut mahasiswa, seharusnya bisa dipakai untuk program ketahanan pangan, perbaikan infrastruktur kecil, atau pembinaan masyarakat desa.

Menabrak Regulasi

Dalam kajian hukum yang disusun IMM, setidaknya terdapat tiga regulasi yang berpotensi dilanggar:

  1. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 24 dan Pasal 26 yang menekankan asas transparansi, akuntabilitas, dan kebermanfaatan dalam pengelolaan keuangan desa.
  2. Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yang mengatur prioritas penggunaan dana desa untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
  3. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jika terbukti terdapat unsur penyalahgunaan wewenang, kerugian negara, atau praktik kongkalikong.

“Ini jelas penyalahgunaan. Kepala desa dipaksa mengirim perangkat desanya untuk ikut pelatihan yang tidak ada kaitannya dengan kebutuhan mendesak masyarakat,” tegas Ahmad Ramadhan, koordinator aksi IMM Deli Serdang.

Aksi protes IMM tak berhenti di level kepala desa. Mereka juga menuding adanya dugaan pembiaran oleh Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Deli Serdang. Bahkan, lembaga penyelenggara, Lempamap dan YLKSN, diduga melakukan kongkalikong dengan sejumlah pihak untuk menggelar Bimtek demi menyedot dana desa.

Karena itu, IMM mendesak Kejati Sumut segera oknum kepala desa, Plt Kadis PMD, pimpinan Lempamap dan YLKSN, serta minta Bupati Deli Serdang turun tangan melakukan evaluasi.

Menurut Ahmad, Bimtek kerap hanya menjadi cerita tak bermanfaat bagi masyarakat desa. Perangkat desa berangkat, tinggal di hotel berbintang, pulang membawa sertifikat, tetapi masyarakat tidak pernah merasakan dampaknya.

“Kalau untuk koperasi desa, di desa kami sendiri sudah ada kelompok usaha. Tapi malah disuruh ikut Bimtek di hotel. Itu menghabiskan uang, tidak ada manfaatnya,” ujar seorang perangkat desa yang enggan disebut namanya.

IMM menilai pola ini merupakan modus lama yang dibungkus rapi: dana desa dikuras dengan alasan pelatihan, sementara hasilnya nihil bagi pembangunan.

Sementara itu, Kejatisu didesak segera bergerak. Jika tidak, dugaan penyalahgunaan ADD lewat Bimtek bisa menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan desa, sekaligus mencederai semangat otonomi desa yang diatur dalam UU Desa.

IMM berjanji akan terus mengawal kasus ini. “Kami tidak ingin uang rakyat desa dirampok dengan dalih pelatihan. Dana desa adalah milik rakyat, bukan bancakan elite,” tutup Ahmad Ramadhan.  (mek)