PD GPA Asahan Gugat Marwah Hukum: Serukan Tutup Star 7 dan Bongkar Sindikat Hiburan Malam

Bayang Gelap di Balik Lampu Disko, Dibubarkan Hari Ini, Buka Lagi Esok

IMG 20251006 WA0427

FORUM ASAHAN | Di sepanjang malam, dentuman musik dan cahaya berwarna dari sebuah bangunan di Jalan Jendral Ahmad Yani, Kisaran Timur, seolah menandai ironi baru di Kabupaten Asahan. Tempat hiburan bernama Star 7 kini menjadi sorotan publik. Setelah beberapa tempat hiburan seperti Heaven dan Nice Bar ditutup, justru muncul wajah-wajah baru dengan konsep yang sama—bahkan lebih berani.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah penutupan tempat hiburan malam selama ini hanya formalitas tanpa efek jera?

Seperti pepatah lama, “mati satu tumbuh seribu,” begitu pula realitas hiburan malam di Asahan. Setelah aparat dan Pemkab menertibkan sejumlah lokasi hiburan pada tahun lalu, masyarakat berharap kehidupan malam di Asahan akan lebih tertib. Namun kenyataannya, beberapa bulan kemudian, muncul tempat baru dengan format serupa—musik hingar-bingar, peredaran minuman keras, dan dugaan praktik ilegal di dalamnya.

Bagi masyarakat sekitar, malam kini tak lagi tenang. Tidur warga terganggu, remaja mudah terpengaruh, dan ketertiban sosial makin rapuh.

“Sudah terlalu lama masyarakat resah. Setiap kali ditutup, tak lama kemudian buka lagi dengan nama berbeda. Ini seperti permainan tanpa ujung,” ujar Fadlan Zainuddin Siregar, Ketua PD Gerakan Pemuda Al-Washliyah (GPA) Asahan, dengan nada kecewa, Senin (6/10/2025).

Pernyataan Fadlan sangat beralasan. Beberapa tempat hiburan yang sempat gembar gembor ditutup, ternyata tidak benar-benar disegel permanen. Dalam waktu singkat, muncul izin baru—kadang berganti nama pengelola, kadang sekadar memperbarui plang nama.

Kondisi ini memunculkan asumsi di kalangan masyarakat bahwa ada oknum yang “bermain” di balik layar, baik dari unsur aparat penegak hukum maupun pemerintah daerah.

“Kalau penegakan hukumnya serius, tidak mungkin muncul lagi yang baru. Ini bukan sekadar masalah moral, tapi sudah menyangkut integritas penegakan hukum,” tegas Fadlan yang juga dikenal sebagai pengacara muda.

Menurutnya, keberadaan tempat hiburan malam tanpa pengawasan ketat bukan hanya melanggar norma sosial, tetapi juga menabrak regulasi terkait perizinan usaha, peredaran minuman beralkohol, dan ketertiban umum sebagaimana diatur dalam Perda Asahan.

GPA Asahan menyampaikan ultimatum keras kepada aparat penegak hukum dan Pemkab Asahan: jika Star 7 dan tempat hiburan malam sejenis tidak segera ditutup, mereka bersama masyarakat akan turun tangan langsung.

“GPA tidak akan tinggal diam. Jika perlu, kami turun menggeruduk dan membubarkan aktivitas itu. Asahan tidak boleh dikenal sebagai daerah yang membiarkan pelanggaran hukum terjadi di depan mata,” tegas Fadlan di hadapan awak media.

Seruan ini bukan tanpa alasan. GPA menilai ketidaktegasan aparat justru membuka peluang munculnya “industri malam” yang merusak moral generasi muda dan mencoreng wibawa hukum di daerah.

Beberapa tokoh agama dan masyarakat turut menyuarakan hal serupa. Mereka menilai kondisi hiburan malam di Asahan sudah melewati batas.

“Ini bukan soal hiburan, tapi sudah merambah pada perilaku negatif yang tak sesuai dengan nilai-nilai Asahan. Pemerintah jangan menunggu masyarakat marah,” ungkap seorang tokoh agama yang enggan disebutkan namanya.

Sementara warga di sekitar lokasi Star 7 mengaku lelah dengan aktivitas malam yang tak kunjung berhenti.

“Kalau tengah malam, suara musiknya sampai ke rumah. Kami sering lapor, tapi tak ada hasil,” keluh salah satu warga setempat.

Fenomena ini menggambarkan betapa rentannya sistem pengawasan dan penegakan hukum di tingkat daerah. Penutupan tanpa tindak lanjut hanya akan menjadi drama tahunan yang tak pernah menyentuh akar masalah.

GPA Asahan mendorong Pemkab dan aparat hukum untuk membuka data izin usaha, mekanisme pengawasan, hingga proses penindakan agar masyarakat tahu sejauh mana keseriusan pemerintah dalam menegakkan aturan.

“Jika pemerintah berani transparan, masyarakat akan mendukung. Tapi jika terus main aman, maka kepercayaan publik akan hilang,” tutup Fadlan. (soeqri)