FORUM MEDAN | Kejagung bersama United Nations Office on Drugs And Crime (UNODC) melaksanakan pelatihan penanganan narkotika yang berlangsung 15 hingga 16 Desember 2021 di Hotel Aryaduta Medan.
Pelatihan yang diikuti oleh 10 Kejati dan 10 Kasi Pidum di jajaran Kejati Sumatera Utara bertujuan untuk memberikan pemahamanan tentang penanganan penuntutan Rehabilitasi pada orang dengan gangguan penyalahgunaan narkotika dalam proses hukum dan pencucian uang uang pada kejahatan narkotika.
“Tujuan kegiatan ini agar para jaksa bisa pemahaman persepsi dan kendala tentang penanganan hukum membedakan apakah sebagai korban penyalahguna atau penjual narkotika. Karena selama ini korban penyalahguna sering dipenjara karena kurang pemahaman,” ucap Direktur Tindak Pidana Narkotika dan Zat Adiktif Lain Kejagung, Darmawel Aswar SH. MH kepada wartawan Rabu (15/12/21).
Didampingi Wakajatisu Edward Kaban dan Perwakilan UNODC, Ade Aulia, Darmawel mengatakan bahwa pihaknya sering mendapat kabar baik informasi dari media maupun LSM, bahwa saat dipersidangan jaksa selalu menjerat para pelaku penyalahguna dengan pasal berlapis meski pada akhirnya menerapkan pasal penyalahguna narkotika Pasal 127 UU No. 35 Tahun 2009.
Dir Narkotika Kejagung ini pun mengatakan seharusnya pada saat penyerahan berkas sebaiknya Jaksa mentela’ah terlebih dahulu, apakah katagori bandar, kurir atau penyalahguna narkotika.
Begitu juga bagi para pelaku narkotika ini, tidak hanya soal kepemilikan atau pengedar semata akan tetapi juga melihat aset dari para tersangka, bila itu dari hasil transaksi narkotika seharusnya dikenakan TPPU, nah itu dilakukan saat proses penyidikan di kepolisian atau di BNN.
“Ini dilakukan agar para Bandar dimiskinkan dengan menyita seluruh aset dari transaksi narkotika selain dari hukuman penjara,” tegasnya lagi.
Ini tentunya saling berkaitan saat dipersidangan, baik itu kepada penyalaguna maupun para pemilik narkotika.
Dimana saat memutus dipersidangan, kerap muncul tentang pelaksanaan rehabilitas yang tidak menyebutkan tempat, dan begitu juga hukuman rehabilitasi ini berkisaran 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.
Selain itu masa hukuman kerap pada tingkat banding atau kasasi harta yang disangkakan semula dituntut dan diputus pada tingkat pengadilan pertama namun ditingkat selanjutnya dikembalikan.
“Dengan pelatihan ini menambah pemahaman para jaksa dalam menjerat para pelaku narkotika,”ucapnya.
Sementara itu, perwakilan UNODC, Ade Aulia menegaskan, bahwa UNODC merupakan lembaga dari PBB yang diberikan mandat untuk memberikan Technical Asisten dalam kejahatan narkotika.
Terpenting dalam hal ini adalah menyatukan persepsi dan harus disamakan dalam lintas sektoral, karena masih banyak masyarakat melihat permasalahan narkotika ini adalah persoalan moral.
“Anggapan bahwa penyalahguna ini adalah orang jahat yang perlu dipenjarakan padahal mereka ini adalah orang sakit atau korban yang perlu direhabilitasi,” ucapnya lagi.
Sehingga ini menjadi buah simalakama bagi penegakan hukum, nah yang perlu dijelaskan tentang pemahaman atau edukasi yang disampaikan kepada masyarakat.
“Ini tentunya sejalan dengan undang-undang narkotika No.35 dan PBB agar penegakan hukum lebih terarah, karena berbagai kasus yang ditemukan kebanyakan korban dari penyalahguna narkotika tersebut dipenjarakan yang seharusnya menjalani rehabilitasi,” ujarnya lagi.
Dalam kegiatan ini, ada 10 perwakilan Pidum dari 10 Kejaksaan Tinggi, diantaranya Aceh, Jawa Timur, Riau, Bengkulu, Jambi, Bangka Belitung, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatra Barat dan Kepulauan Riau.
Sedangkan untuk Kejati Sumatera Utara diantaranya, Empat Kasi dari Kejatisu sementara untuk jajaran Kasi Pidum Kabupaten/kota di Kejati Sumut diantaranya diikuti Kasi Pidum Kejari Medan, Tanjungbalai Asahan, Pematangsiantar, Asahan, Simalungun, Langkat, Tebing Tinggi, Serdang Bedagai, Labuhan Batu dan Binjai serta Labuhan Batu Selatan. (HS)