JAM Pidum Kejaksaan Agung Setujui 2 RJ Kejari Tapsel, 3 Kejari Bireuen dan Satu dari Aceh Besar

029aaeb3 8ca3 4cb0 ba85 83a51f1405a7
JAM Pidum Kejagung Dr Fadil Zumhana

FORUM JAKARTA | Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung, Dr Fadil Zumhana menyetujui enam permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (Restorative Justice). Dari enam permohonan itu, 2 yang diusulkan Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan melalui Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, sedangkan 3 lagi diajukan Kejaksaan Negeri Bireuen dan satu dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar melalui Kejaksaan Tinggi Aceh.

Menurut Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Dr Ketut Sumedana, Rabu (18/1/2023), persetujuan penghentian penuntutan melalui restorative justice itu diberikan setelah melalui berbagai pertimbangan aspek hukum.

Keadilan restorative itu diberikan kepada:

Tersangka Khairil Anwar Harahap dari Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (2) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

Tersangka Mhd Bambang Rianto Siregar dari Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (2) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

Tersangka Farhandi bin Puteh dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

Tersangka Manawiyah binti Usman dari Kejaksaan Negeri Bireuen yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka I Jasman binti Harun dan Tersangka II Riska binti Nurdin dari Kejaksaan Negeri Bireuen yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain karena telah dilaksanakan proses perdamaian, dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf. Kemudian Tersangka belum pernah dihukum, Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, dan ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun. Selanjutnya Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.

Selain itu, atas pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1/Ananda Rizky Syahreza Siregar)