FORUM TEBING TINGGI| Bagaimana mungkin seorang pejabat yang sedang menunggu pengukuhan sebagai Kepala Dinas, justru dilantik lebih dulu menjadi Penjabat (Pj) Sekda?
Pertanyaan ini kini menggelinding deras di publik Tebing Tinggi, menyusul drama rangkap jabatan Syah Irwan yang menelanjangi carut-marut tata kelola ASN di Pemko.
Proses administrasi sebenarnya sudah jelas. Uji kompetensi pejabat eselon IIb rampung sebelum Juli 2025. Pansel telah menerbitkan Berita Acara hasil penilaian akhir pada 3 Juli 2025, baik untuk uji kompetensi maupun evaluasi kinerja. Dokumen itu dikirim ke Badan Kepegawaian Negara (BKN), yang kemudian menanggapi dengan dua surat resmi bertanggal 25 dan 26 Juli 2025.
Puncaknya, Mendagri RI menerbitkan surat persetujuan pada 12 Agustus 2025 untuk pengangkatan 20 pejabat eselon IIb, termasuk nama Syah Irwan sebagai Kepala Dinas DP3APM.
Namun, di tengah alur itu, justru muncul anomali. Pada 6 Agustus 2025, Wali Kota Tebing Tinggi melantik Syah Irwan sebagai Pj Sekda setelah mendapat persetujuan Gubernur Sumatera Utara.
Padahal, secara regulasi, usulan Pj Sekda memang cukup sampai provinsi, tidak perlu sampai ke Kemendagri. Akibat miskomunikasi atau mungkin kesengajaan, Kemendagri tetap mengesahkan Syah Irwan sebagai Kadis DP3APM pada 12 Agustus 2025. Disharmoni informasi ini memperlihatkan lemahnya koordinasi antara Pemko, Pemprov, hingga pusat.
Keterangan terbaru dari pejabat fungsional SDMA BKPSDM Tebing Tinggi justru memperkuat dugaan kerancuan administrasi ini. “Diusul ulang pak, karena ada perubahan di JPT-nya,” ujar sumber Forum saat dikonfirmasi.
Penjelasan ini bahkan ditegaskan oleh sumber Forum lainnya dari Kantor Regional VI BKN Medan, yang menyatakan: “Untuk Penjabat Sekda baiknya diusulkan kembali, Pak.” Artinya, pengusulan ulang Pj Sekda masih terbuka, dan posisi Syah Irwan semakin rapuh secara hukum administrasi. Publik kini menanti jawaban resmi BKN Kanreg VI Medan untuk memastikan legalitasnya.
Permasalahannya makin runyam ketika menyoal regulasi. Permendagri 91/2019 Pasal 6 tegas menyebutkan bahwa jabatan Pj Sekda gugur otomatis ketika pejabat yang bersangkutan dilantik pada jabatan baru.
Dengan demikian, sejak dilantik sebagai Kadis DP3APM, status Syah Irwan sebagai Pj Sekda runtuh. Namun di Tebing Tinggi, aturan itu justru dibelokkan: Syah Irwan tetap dipertahankan rangkap jabatan tanpa legitimasi.
Rekam jejaknya pun menambah ironi. Syah Irwan telah lebih dari lima tahun bercokol di kursi Staf Ahli Wali Kota, padahal UU ASN Pasal 117 ayat (1) dan PP ASN Pasal 131 membatasi jabatan JPT hanya lima tahun. Kondisi “over stay” ini menegaskan lemahnya manajemen ASN dan pembiaran yang berlangsung sistematis di Pemko Tebing Tinggi.
Selain itu, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan Sekda adalah jabatan strategis yang tidak boleh dirangkap. PP No. 11 Tahun 2017 jo. PP No. 17 Tahun 2020 juga melarang pejabat struktural menduduki dua jabatan sekaligus, kecuali ada aturan khusus. Artinya, apa yang terjadi di Tebing Tinggi bukan sekadar kelalaian teknis, tetapi indikasi maladministrasi yang disengaja.
DPRD Kota Tebing Tinggi tidak bisa berdiam diri. Diamnya wakil rakyat hanya akan mempertebal dugaan bahwa praktik penyalahgunaan administrasi ini sudah menjadi budaya di tubuh birokrasi daerah. Fungsi pengawasan harus dijalankan, atau publik akan menilai DPRD ikut terlibat dalam pembiaran. ( MET ).







