Aktivis Sumut Kepada Bahlil Lahadalia, Buruh Sudah Mengalah dan Menderita Sejak Periode Pertama Jokowi

IMG 20211202 WA0115

FORUM MEDAN | Menyikapi statmen Bahlil Lahadalia, yang meminta buruh berjiwa besar menerima upah minimum provinsi (UMP) yang sudah ditetapkan pemerintah yang dikutip dari Antara, ditanggapi langsung oleh Willy Agus Utomo Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Provinsi Sumatera Utara (FSPMI Sumut).

Willy mengatakan, Statmen Bahlil justru melukai hati kaum buruh Indonesia, yang selama ini sejak dibawah kepemimpinan Jokowidodo sebagai Presiden Indonesia, menurut Willy kebijakan pemerintah justru 99 persen berpihak kepada pengusaha dan investor atau berpihak atas nama investasi.

Diawal kepemimpinan Jokowi, upah buruh sebelum ada UU Cipta Kerja kala itu, upah layak bagi kaum buruh tidak pernah meningkat drastis, baik UMP atau UMK (Upah Minimum Kabupaten/ Kota),

Jokowi masih baru menjabat 2014 langsung mengeluarkan kebijakan Peraturan Pemerintah (PP) Normor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan, diamana upah jaman Jokowi priode pertama itu tidak pernah naik diatas 10%, rata rata hanya naik 5 – 7 % hanya berdasarkan hitungan inflasi plus pertumbuhan ekonomi saja.

“PP 78 tersebut saja sudah sangat mengebiri dan memiskinkan buruh, padahal sebelum PP itu dikeluarkan Jokowi, Upah buruh Indonesia bisa tembus Diatas 10 – 20 %, dan kami juga dulu menolak tegas dengan aksi aksi besar, lagi lagi Jokowi tak menggubris,” ungkap Willy.

“Bisa bapak Bahlil bayangkan, sejak tahun 2015 upah buruh sudah dimurahkan, kami sudah mengalah, suara kami tidak digubris hingga pemilu 2019,” sambungnya.

Belum lagi, dalam priode pertamanya, Jokowi juga telah memberikan kebijakan pengampunan pajak pada pengusaha penegemplang pajak yang dinamakan Tax Amnesty, dan kebijakan ekonomi lainnya untuk kemudahaan pengusaha.

“Bahkan untuk bayar THR buruh saja, boleh dihutang pengusaha kala itu menaker nya Muhaimin Iskandar, itu artinya buruh terus dikalahkan dan mengalah,” ujarnya.

Kemudian masuk ke priode kedua Jokowi pada tahun 2019, baru saja dilantik, lagi lagi beliau dalam pidato pertamanya menyampaikan akan menggabungkan undang undang untuk kemudahan investasi dan ekonomi yang disebut dulu Omnibus Law, hingga lahirlah UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020.

“UU tersebut sudah jelas mengahncur leburkan perjuangan pahlawan buruh yang sudah sejak jaman belanda memperjuangkan hak dasar hak normatif kaum buruh, yaitu meliputi upah, jam kerja, jaminan sosial, perbudakan dan hak normative lain sebagainya,” ucap aktivis buruh yang juga masuk daftar 10 tokoh buruh paling Vokal Versi Indonesia Indicator tahun 2021.

Nah lanjut di priode kedua Jokowi, Willy menyebut Presiden bahkan lebih “kejam” dengan buruh, penentuan upah diatur melalui PP 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan, Willy merinci upah buruh hari ini bahkan tidak dihitung lagi berdasarkan Invlasi plus pertumbuhan ekonomi, hanya justru berdasarkan variabel konsumsi perkapita rata – rata perwilayah, bahkan usulan dewan pengupahan yang meliputi unsur serikat pekerja/ serikat buruh, Apindo dan Pemerintah tidak lagi berpungsi.

“Variabel itu juga syarat mengada-ada, bahakan bisa saja pesanan pemerintah yang sedang terus mementingkan pengusaha, bagaimana mungkin buruh makan atau hidup dengan hitungan badan pusat statistik (BPS), bukan berdasarkan berapa biaya kebutuhan hidup buruh, yaitu sandang pangan papannya dalam sebulan, ini sangat tidak memanusiakan kaum buruh,” ketus Willy.

Terkait alasan pandemi Copid 19, ingat hampir 75 persen buruh diberbagai daerah di Indonesia Tahun 2021 ini tidak naik upahnya sama sekali, kalaupun sisanya yang naik tidak lebih dari 5 persen.

“Saya ambil contoh daerah kami di Sumut, karena alasan pandemi demi mementingkan pengusaha, Gubernur Sumut atas surat edaran Menaker Ida Fauziyah, yang mengatakan UMP Tahun 2021 sama dengan Tahun 2020 atau tidak naik, bukan hanya UMP bahkan UMK 32 Kabupaten Kota di Sumut tidak mengalami kenaikan sama sekali, hanya kota Medan yang menagalami naik 3,3 persen. Hal yang sama dialami daerah lain di Indonesia, nah kurang sabar apa lagi buruh untuk menahan penderitaannya,” lirih Willy.

“Untuk bapak Bahlil yang terhormat, hari ini buruh bukan jiwanya saja yang telah diberi, bahkan nyawa kehidupannya dan keluarganya sudah diujung tanduk akibat kepentingan para elit penguasa pengusaha (Pepeng) yang lebih banyak mendominasi pemerintahan, untuk atas nama kepentingan korporasi dan birokrasi ekonomi liberal,” tekan Willy.

Untuk Bahlil, Willy kembali menegaskan, intinya buruh sudah berjiwa besar sejak tahun 2015 hingga saat ini.

Terakhir, lanjut Willy, tidak punya harapan besar pada pemerintahan Jokowi, dia berharap Presiden terbuka pintu hatinya, dan semoga kaum buruh bersatu untuk membuat perubahaanya sendiri.

“Tidak mungkin kami minta lagi Bahlil ngomong jiwa besar pengusaha, karena dia bagian dari pengusaha itu juga, semoga Jokowi dapat hidayah untuk dapat merasakan penderitaan kaum buruh dan rakyat Indonesia, jangan hanya selalu pidato atas kepentingan dunia usaha dan investasi saja. Ingat pak, kedaulatan itu ada ditangan rakyatmu , sejahterahkanlah buruhmu dan rakyat yang memilihmu kemarin, atau minimal berbuat adillah bukan hanya untuk pengusaha, dan semoga kedepan selsuruh buruh Indonesia dapat bersatu untuk merubah nasibnya sendiri melalui perjuangan politik kaum buruh, yaitu merebut kekuasaan secara konstitusional. (Rel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *