OPINI  

Pembangunan Drainase, Antara Prestasi dan Tanggung Jawab

whatsapp image 2025 05 19 at 201554 1 1747708453 scaled

Oleh: Siti Sarisma, S.Pd (Aktivis Muslimah)

Dilansir dari Sioge.com (19/5/2025), Wali Kota Medan Rico Tri Putra Bayu Waas melakukan peninjauan pekerjaan peningkatan saluran drainase di jalan Cimanuk, Kec. Medan Belawan, Senin (19/5/2025). Peninjauan yang dilakukan orang nomor satu di Pemko Medan tersebut guna memastikan pekerjaan berjalan dengan baik. Pekerjaan ini diharapkan selesai lebih cepat agar warga tak terganggu terlalu lama. Wali Kota juga mengingatkan pekerja untuk menggunakan APD lengkap demi keselamatan kerja.

Plt Kepala Dinas SDABMBK Kota Medan Gibson Panjaitan mengatakan bahwa di lokasi tersebut sering banjir, dan drainase yang ada pun sebelumnya hanya dibangun oleh masyarakat dengan ukuran relatif kecil sekitar 30 cm. Jadi akan dilakukan peningkatan saluran drainase dengan menambah dimensinya dengan menggunakan U-Ditch sepanjang 400 meter. (Sioge.com, 19/5/2025)

Peningkatan drainase di jalan Cimanuk bukanlah sesuatu yang layak diapresiasi, karena justru menunjukkan lambannya respons pemerintah terhadap masalah klasik yang terus berulang di Medan Belawan. Padahal, wilayah Bagan saat ini jauh lebih genting untuk segera ditangani karena terus menerus terdampak banjir pasang (rob) yang memburuk dari waktu ke waktu.

Akibat banjir pasang yang tak kunjung usai, aktivitas warga sangat terganggu, mereka jadi tambah susah karena harus menyelamatkan barang-barang mereka setiap kali banjir. Bahkan roda perekonomian pun ikut lesu akibat banjir pasang ini. Inilah yang harus didahulukan untuk diselesaikan karena terus menerus banjir.

Proyek drainase ini hanya menambal luka kecil tanpa menyentuh akar persoalan tata kelola wilayah pesisir yang buruk dan abai terhadap kebutuhan mendesak warga. Pembangunan semacam ini lebih mencerminkan kepentingan pencitraan jangka pendek ketimbang solusi menyeluruh dan berkeadilan. Sistem kapitalisme mendorong pembangunan yang berorientasi proyek, bukan kebermanfaatan riil bagi masyarakat. Akibatnya, wilayah-wilayah miskin dan terpinggirkan seperti Bagan selalu luput dari prioritas utama.

Jangan Pernah Melupakan Islam sebagai Solusi

Dalam sistem Islam, negara wajib menangani masalah rakyat secara menyeluruh, adil, dan terencana. Penanganan banjir pasang harus dilakukan dengan pendekatan integral; mulai dari membangun tanggul yang mampu menahan air, tata ruang wilayah yang rapi dan teratur, adanya drainase yang sesuai standar dan terawat, hingga relokasi jika diperlukan demi menjaga keselamatan dan keberlangsungan hidup masyarakat.

Selama pembangunan dijalankan dalam kerangka sistem yang sekuler dan kapitalistik, rakyat akan terus menerima solusi tambal sulam, bukan perubahan hakiki. Karena berulangnya banjir seiring dengan makin parahnya lingkungan, bukan hanya faktor alam saja. Lihatlah bagaimana sistem kapitalisme ambil andil dalam merusak alam, melegalkan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Termasuk penebangan hutan secara massif untuk industri kayu, perkebunan, pertambangan, atau bahkan perumahan.

Sedemikian buruk dampak penerapan kapitalisme ini, maka cukup dikembalikan saja kepada sistem Islam sebagai solusi. Karena telah terbukti secara historis pernah menghadirkan kebijakan yang canggih dan efisien. Pertama, jika kasus banjir disebabkan keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air baik itu akibat hujan, banjir pasang (rob), dan yang lainnya. Maka upaya yang dilakukan Khalifah (pemimpin dalam Islam) adalah membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan dan mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi.

Di masa Kekhilafahan Abbasiyah dibangun beberapa bendungan di Kota Baghdad, Iraq. Kemudian pada abad ke-13 masehi di Iran dibangun bendungan Kebar yang kini masih bisa disaksikan. Ada pula bendungan pengatur air yang pertama kali dibangun di sungai Uzaym di Jabal Hamrin Iraq. Dan masih banyak lagi bendungan-bendungan yang dibangun pada masa peradaban Islam.

Kedua, dalam aspek undang-undang dan kebijakan. Maka Khilafah membuat kebijakan bahwa pembukaan pemukiman baru harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah. Tujuannya ialah untuk memungkinkan mencegah terjadinya banjir. Kemudian jika ada hal-hal tertentu yang mengharuskan masyarakat untuk dievakuasi, maka akan dilakukan evakuasi ke daerah yang tidak banjir, dan khilafah akan memberikan ganti rugi atau konvensasi.

Selain itu secara berkala khilafah akan mengeruk lumpur-lumpur di daerah aliran sungai agar tidak terjadi pendangkalan. Ada pula penjagaan yang ketat terhadap kebersihan sungai, danau, dan kanal dengan cara memberikan sanksi bagi siapa saja yang mencemari sungai atau danau. Khilafah juga akan membangun sumur-sumur resapan untuk tandun air yang sewaktu-waktu bisa digunakan ketika musim kemarau atau paceklik air.

Ketiga, dalam menangani korban banjir atau bencana ini khilafah akan bertindak cepat sembari melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Khilafah juga akan menyediakan logistik berupa tenda, makanan, pakaian, pengobatan yang layak. Tidak lupa khilafah akan menghadirkan alim ulama yang akan memberikan tausiyah kepada mereka agar bisa mengambil ibrah dari musibah yang dihadapi.

Khilafah sangat jeli dan detail membuat mekanisme dan kebijakan yang mampu menyelaraskan lingkungan alam dengan orang-orang yang hidup di tengah-tengahnya. Khilafah senantiasa melakukan pengkajian dan pengembangan teknologi agar dapat membuat regulasi yang benar dan tepat.

Rasulullah SAW bersabda, “Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu Kitab Allah, dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR Malik, al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nasr, Ibnu Hazm)

Wallahu a’lam bisshowab

Penulis adalah Siti Sarisma, S.Pd (Aktivis Muslimah)