Oleh: Kartika Putri, S.sos (Aktivis Muslimah)
Presiden Indonesia Prabowo Subianto mengadakan pertemuan hubungan bilateral dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Istana Merdeka. Selain membicarakan kerja sama bilateral antar kedua negara. Presiden Prabowo membuat pernyataan yang mengejutkan saat konferensi pers yang menyinggung masalah Palestina. “Saya tegaskan bahwa kita juga harus mengakui dan menjamin hak Israel untuk berdiri sebagai negara yang berdaulat. Dan juga harus diperhatikan, serta dijamin keamanannya, dan siap mengirim pasukan perdamaian di perbatasan keduanya. Begitu negara Palestina diakui oleh Israel, maka Indonesia siap untuk mengakui Israel, dan kami siap untuk membuka hubungan diplomatika dengan Israel.” (cnn.com,28/5/2025)
Pernyataan yang terucap dari seorang pemimpin. Ucapannya menjadi topik pembicaraan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Akan dianggap buruk bahwa Indonesia sebagai negara mayoritas muslim terbesar, justru membuka celah normalisasi dengan pihak pembantai muslim Gaza.
Statement tersebut merupakan pengkhianatan terhadap perjuangan rakyat Gaza, yang dengan sekuat tenaga, kesabaran dan keikhlasan, serta penuh keimanan berjuang melawan kekejaman genosida secara brutal tanpa henti oleh Zionist laknatullah. Serta mengkhianati perjuangan para penakluk di masa Khalifah Umar bin Khattab, Sultan Salahuddin al-Ayyubi, Muhammad al-Fatih, korban Nakba, intifada dan para mujahid Taufan al Aqsa.
Berdalih pernyataan Presiden tersebut, sebagai tujuan batu loncatan diplomatik untuk menekan Zionist agar mau mendengar suara kita. Akankah Israel mau mendengarnya? Ucapan yang hanya memberi harapan palsu. Sekelas PBB saja tidak didengar, bahkan keputusan genjatan senjata yang sudah ke sekian kali dilakukan, tidak mampu menghentikan genosida di Gaza. Disebabkan Zionist selalu ingkar janji, dan membuang perjanjian ke tempat sampah. Tentu saja kita menginginkan genosida segera berakhir dan dihentikan, sehingga Palestina segera terbebas dan meraih kemenangannya. Tapi bukan berarti harus dengan cara seperti ini, karena sudah jelas terbukti Zionist tidak pernah punya niat baik.
Negara yang mengadopsi sistem warisan barat, demokrasi dalam lingkup kapitalis-sekuler. Di sistem ini, segala aturan hukum bersumber dari buatan dan suara mayoritas manusia. Di mana dalam setiap keputusan selalu memiliki azas manfaat, menguntungkan bagi sebelah pihak. Selalu merugikan rakyat, tumpul ke atas tajam ke bawah. Mengapa demikian? Ya tentu saja, aturan yang dipakai bukan berdasarkan dari wahyu Allah. Di mana hukum yang aturannya dari Allah, sudah pasti sempurna dan adil. Tidak ada cacat sedikitpun. Sedangkan aturan manusia (demokrasi), sudah pasti dirancang dan diubah-ubah sesuka hati atas dasar kemauan para penguasa. Tidak memberi keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya, hanya memikirkan diri sendiri, serta kelompok-kelompok yang berkepentingan dan menguntungkan bagi mereka.
Maka tidak heran jika kepentingan politik internasional, yang merupakan kepentingan mayoritas global dengan solusi two-state solution, yang diyakini bisa menjadi jalan perdamaian. Dukungan tersebut, membuat pemimpin tidak mementingkan akidah umat. Bahkan dengan sukarela menjalin kerja sama diplomatik dan membuka jalan normalisasi. Sehingga dengan memberi pernyataan yang mengakui Zionist sebagai negara, yang terbukti nyata telah menjajah, merampas tanah kaum muslimin dengan kejam dan secara membabi buta memborbardir dan menumpahkan darah anak-anak yang tak berdosa, perempuan, lansia, bahkan binatang pun terkena sasaran kebiadaban Zionist.
Bukankah umat Islam itu ibarat satu tubuh, apabila ada yang terluka maka tubuh yang lain akan merasakan sakit dan demam. Lalu ke mana letak keimanan dan hati nurani, di saat rakyat Gaza sedang berjuang mempertahankan tanahnya dengan taruhan nyawa. Justru dari seorang pemimpin ada pernyataan “Indonesia akan mengakui Israel menjadi sebuah negara, apabila Israel mengakui Palestina sebagai negara.”
Apa yang diharapkan dari Zionist Laknatullah, sampai kapan pun kaum yang selalu ingkar janji, tidak akan pernah mengakui kemerdekaan Palestina.
Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Two-state solution bukanlah penyelesaian yang tepat, justru sifatnya hanya sementara. Zionist akan terus menerus menggenosida rakyat Gaza, kesepakatan apa pun yang dilakukan tidak akan membuahkan hasil. Satu-satunya solusi mengusir penjajah adalah melaksanakan seruan jihad yang menggema di penjuru dunia, jihad semesta di bawah komando Khilafah. Mengirimkan bala pasukan untuk mengusir para penjajah dari muka bumi, karena hanya dengan jihad bisa membebaskan Palestina dari cengkraman Zionist laknatullah. Makanya justru yang harus dilakukan adalah lebih serius dan maksimal, sungguh-sungguh, dan konsisten memperjuangkan tegaknya Khilafah melalui thariqah Rasulullah.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (TQS Al-Baqarah [2]: 216)
Saatnya umat Islam bersatu, “To be one ummah”, satu pemikiran, satu perasaan, dan satu aturan. Mau sampai kapan umat Islam terpecah belah? Sanggupkah kita terus menyaksikan kekejaman penjajah Zionist yang tiada hentinya. Mau berapa banyak lagi genangan darah yang mengalir di tanah Palestine. Rakyat Gaza hanya butuh tentara, untuk menghapus dan mengusir para penjajah.
Wallahu A’lam Bisshowab