OPINI  

Danantara: Dana Segar Bagi Oligarki

images 1

Oleh: Endah Sefria, S.E (Aktivis Muslimah)

Presiden Prabowo Subianto mengambil risiko tinggi dalam pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara. Bukan sekadar penswastaan badan usaha milik negara, lembaga baru itu merupakan wujud ekonomi terpimpin dengan gaya militeristik sang Presiden.

Tugas Danantara yang diluncurkan pada 24 Februari 2025 adalah mengelola semua aset BUMN, termasuk dividen yang selama ini menjadi penerimaan negara bukan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Direksi dan komisaris bukan lagi penyelenggara negara yang menjadi obyek Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka juga tak perlu lagi melaporkan harta kekayaan sebelum dan setelah menjabat pengurus perusahaan di bawah Danantara.

Para penyusunnya mengklaim aturan itu dibuat untuk melindungi direksi dan komisaris dari kriminalisasi atas keputusan bisnis yang mereka ambil. Karena itu, mereka terbebas dari kewajiban ganti rugi jika membuat keputusan keliru. Pengurus perusahaan pun tak perlu lagi berhubungan dengan Dewan Perwakilan Rakyat, seperti yang selama ini terjadi. (Tempo.com, 16/2/2025)

Pemerintah Indonesia telah semakin nyata menunjukkan wajah asli Kapitalisme. Semakin hari kebijakan penguasa membuat Indonesia semakin gelap. Tidak ada satu pun program pemerintah yang memihak kepada rakyat. Seperti pemangkasan LPG bersubsidi, efisiensi anggaran yang berujung pada PHK massal, pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai yang mencekik, UU minerba yang hanya menguntungkan para kapital, dan masih banyak lagi.

Danantara digadang-gadang penguasa dengan mengatakan pemanfaatannya bisa kembali kepada rakyat. Padahal secara jelas yang menduduki kekuasaan di Danantara adalah para oligarki salah satunya ada 9 naga. Belum lagi Keterlibatan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), serta keponakannya Pandu Patria Sjahrir yang dikabarkan akan menduduki posisi penting di Danantara. Banyaknya pengusaha dan oligarki yang berada di dekat Prabowo, seperti Hashim Djojohadikusumo dan kroni-kroni lainnya, menimbulkan risiko bahwa Danantara hanya akan melayani kepentingan segelintir elit.

Aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) senilai Rp 9.000 triliun yang sejatinya uang rakyat, penguasa pertaruhkan dari mekanisme sistem ekonomi liberal yang tercermin dalam Danantara. Kita sudah merasakan bagaimana “pemalakan” negara atas rakyat kecil untuk membiayai hidup para oligarki. Namun, penguasa dengan mudah lepas tangan terhadap kemaslahatan rakyat dan malah memberikan karpet merah kepada oligarki untuk “menyantap” harta rakyat.

Praktek Danantara menunjukkan kepada kita bahwa semakin jelas Indonesia dengan penerapan sistem kapitalisme-liberal membuat Indonesia semakin gelap. Tidak ada titik terang jika kita masih percaya kepada sistem rusak ini.

Akar masalah Indonesia gelap dari segala sisi karena penerapan Kapitalisme yang mengesampingkan urusan rakyat dan memuja para kapital oligarki. Karena lagi-lagi hampir rata program pemerintah tujuannya adalah untuk kepentingan para kapital. Sedangkan rakyat dipaksa untuk nurut, dan terus dipalak untuk bayar pajak demi memuaskan nafsu para oligarki dan juga para koruptor.

Saat ini rakyat merasakan kemerosotan dan guncangan ekonomi, sosial dan politik karena praktek sistem kapitalisme.

Pun demikian, umat Islam harusnya menyadari bahwa ada sistem lain yang bersih yang tidak dicampuri oleh tangan manusia, yakni sistem Islam yang berasal dari Tuhan semesta alam.

Sistem Islam memiliki banyak keunggulan yang tidak dimiliki oleh sistem ekonomi kapitalisme.

Sistem Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah memliki aturan berbasis akidah Islam, dan tidak dikendalikan oleh kepentingan pemodal.

Falsafah ekonomi di dalam Islam mengatur kegiatan ekonomi agar sejalan dengan perintah dan larangan Allah, yang didasarkan pada pemahaman hubungan dengan Allah. Dengan kata lain, dasar pengaturan urusan dunia di masyarakat sehari-hari dalam aspek ekonomi diatur sesuai dengan ketentuan syariat. Dengan demikian, pengelolaan urusan publik oleh negara dan kegiatan ekonomi publik semuanya terikat oleh ketentuan syariat.

Hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan ekonomi dibangun atas tiga prinsip, yaitu kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan di antara masyarakat.

SDA yang melimpah merupakan milik umum yang pengelolaannya diserahkan kepada negara, bukan kepada swasta apalagi asing dan hasilnya diserahkan untuk kemaslahatan rakyat.

Sistem Islam menjamin pemenuhan kebutuhan dasar dan dorongan pengembangan kekayaan. Khilafah memiliki metode distribusi yang mampu menjamin setiap individu di dalam negara dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Islam mewajibkan negara untuk menjamin agar seluruh individu masyarakatnya mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka, yaitu pangan, sandang, dan perumahan, serta penyediaan layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Sistem ekonomi Islam tidak memandang pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan standar kualitas hidup secara kolektif, melainkan dilihat secara individual.

Islam mengoptimalkan pelayanan rakyat dan kekuatan negara. Dengan kekayaan SDA yang melimpah, Khilafah akan memiliki aset besar, baik dalam bentuk aset umum yang tunduk pada prinsip syariat dan diawasi oleh pemerintah, maupun dalam bentuk aset negara. Beberapa aset strategis, seperti sumber air, padang rumput, hutan, tambang mineral, dan energi, akan menjadi sumber daya yang sangat besar untuk mendanai kebutuhan negara. Adapun pengelolaan dan penguasaan berbagai aset, termasuk infrastruktur krusial seperti jalan, saluran air, fasilitas komunikasi, sekolah, dan rumah sakit, akan memperkuat peran negara dalam menyediakan layanan masyarakat.

Begitulah Islam, penguasa adalah ra’in yakni pengurus dan pelindung rakyat. Rakyat adalah amanah dari Allah. Khalifah akan sungguh-sungguh melaksanakan kedua fungsi tersebut karena beratnya pertanggungjawaban di sisi Allah SWT.

Wallahu a’lam bi shawab

Penulis adalah Endah Sefria, S.E (Aktivis Muslimah)