Lapangan Sampali Digembok Mafia Tanah, Pejabat PTPN-1 Regional-1 Dalam Pusaran Konspirasi dan Korupsi

Samapli Untitled 1 min

FORUM MEDAN | Suara anak-anak yang biasa berlarian di atas rumput lapangan sepakbola Desa Sampali kini hanya tinggal kenangan. Lapangan yang dulunya menjadi denyut nadi olahraga, tempat upacara kemerdekaan, dan arena tumbuhnya bibit pemain bola andalan Sumatera Utara itu kini tertutup tembok tinggi dengan pagar tergembok. Masyarakat hanya bisa menatap dari jauh, dengan hati getir, seakan warisan ruang publik mereka dirampas begitu saja.

Lapangan Sampali Simpang BW, begitu masyarakat menyebutnya, bukan sekadar tanah kosong. Ia adalah ruang sosial, tempat solidaritas warga ditempa, dan saksi sejarah perjalanan sejak masa kemerdekaan. Namun, dugaan penjualan atau pengalihan lahan HGU aktif oleh manajemen PTPN-1 Regional 1 mengubah wajah fasilitas umum itu menjadi “milik privat” yang tak lagi bisa disentuh warga.

BACA JUGA: Dugaan Konspirasi Oknum PTPN-1 dan Mafia Tanah: Hilangnya Lapangan Bola Warga Sampali

Sukri Soleh Sitorus, Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (HIMMAH), menyebut praktik ini sebagai “konspirasi busuk, sistemik, dan massif”. Ia menilai proses pemagaran yang dibiarkan tanpa teguran dari PTPN-1 adalah tanda keterlibatan. “Mustahil ada pihak berani memagari lahan HGU aktif tanpa restu pejabat PTPN-1,” tegasnya, Minggu (28/9/2025).

Sukri juga menyesalkan pemagaran lapangan Sampali Simpang BW tersebut. Menurutnya, indikasi keterlibatan pejabat PTPN-1 dalam pengalihan fasilitas umum lapangan Sampali tidak bisa dinafikan. Selain melakukan pembiaran saat pemagaran, juga tidak ada upaya untuk merubuhkannya kembali.

4b706200 9fab 4e81 8807 2716fe960fee

“Terkesan ada dugaan konspirasi busuk oknum di PTPN-1 dengan pihak yang memagari lapangan itu. Sepandai-pandai menyimpan durian, aromanya pasti tercium juga,” katanya.

BACA JUGA: PTPN-1 Minta Kamiso Segera Bongkar Bangunan Liar di Lapangan Bola Sampali HGU Kebun Bandar Klippa

Pemagaran lapangan Sampali, sebut Sukri, disinyalir bukan dilakukan kelompok penggarap. “Kalau penggarap, biasanya memanfaatkan lahan untuk bertani atau tempat tinggal sementara. Penggarap juga tidak punya kemampuan dana untuk memagari lapangan itu keliling. Dalam persoalan ini, lapangan itu bukan digarap, tetapi dugaannya sudah digarong (dirampas-red),” kata Ketua Umum DPP LSM Gerakan Rakyat Anti Diskriminasi (GARANSI) itu.

Sukri pun meminta Kejati Sumut segera mengusut kasus perampasan lahan lapangan Sampali yang nyata menyalahi peraturan dan perundang-undangan. Apalagi lapangan itu masih HGU aktif PTPN-1 Regional-1 yang belum dilepaskan. “Tangkap dan proses hukum pihak-pihak yang terlibat terkait lapangan Sampali. Ada indikasi lapangan itu ‘dirampas’ secara illegal yang melibatkan oknum di PTPN-1 hingga merugikan negara puluhan miliar rupiah,” tuturnya.

Lapangan Bola PTPN 2 Sampali

Di sisi lain, pihak PTPN-1 Regional-1 membantah adanya pelepasan atau penjualan lapangan tersebut. SEVP Management Aset, Ganda Wiatmaja, menegaskan “tidak ada pelepasan lahan lapangan Sampali.” Namun, bantahan itu dianggap belum cukup menjawab fakta lapangan yang kini sudah dipagar rapat.

BACA JUGA: Fasum Lapangan Sampali: HGU ‘Digarong’, PTPN-1 ‘Nongkrong’

Kebingungan semakin bertambah ketika Region Head PTPN-1 Regional-1 Didik Prasetyobungkam’ atas konfirmasi resmi yang diajukan media. Nama Didik sempat menjadi sas-sus sebagai pihak yang disebut-sebut terlibat dalam kasus lapangan Sampali. Kabarnya, Didik masuk dalam pusaran masalah lapangan Sampali ketika hendak menjabat Region Head yang kala itu bersamaan peralihan PTPN-2 menjadi PTPN-1 sebagai holding BUMN dibawah pimpinan PTPN-3.

PTPN 1 Sampali

“Kita curiga dengan kebijakannya (Didik-red) yang membiarkan begitu saja lahan HGU aktif PTPN-1 ‘dirampok’ di depan matanya. Tidak ada tanggungjawabnya untuk menjaga dan memelihara lahan negara. Seharusnya hal itu menjadi tugas dan kewajibannya sebagai pimpinan di PTPN-1 Regional-1,” tutur Sukri.

Atas dasar itulah Sukri curiga pejabat PTPN-1 Regional-1 tersebut terkontaminasi mafia tanah. “Bukan tak berdaya, tapi tutup mata. Diam berarti merestui HGU itu dirampas. Hal ini membuktikan adanya indikasi sudah terkontaminasi jaringan mafia tanah,” ucapnya.

Pernyataan Sukri cukup beralasan. Faktanya, lahan yang tercatat berstatus HGU aktif itu telah dipagari oleh Kamiso yang disebut-sebut suruhan oknum pengusaha ternama di Medan berinisial DH. Ironisnya, PTPN-1 baru bereaksi setelah pagar berdiri kokoh. Pihak Manager Kebun Bandar Klippa PTPN-1 Regional-1 tiga kali menyurati Kamiso agar membongkar pagar tersebut. Masalahnya, Kamiso diyakini bukan aktor utama. Ia hanya “orang suruhan” untuk membangun pagar, bukan sebagai pemiliknya. Pemagaran itu jelas dilakukan dalam satu hamparan dengan lahan yang sudah dikuasai pengusaha DH.

51e2d7b1 7047 4404 a097 e9dbb567a5c9

Sejumlah sumber menilai lemahnya sikap PTPN-1 bukan sekadar kelalaian, melainkan indikasi keterlibatan oknum internal. “Kalau perusahaan benar-benar serius, mestinya mereka melaporkan penguasaan ilegal ini ke aparat penegak hukum. Tapi yang terjadi justru pembiaran,” kata seorang aktivis agraria di Medan.

Ada sejumlah indikasi yang menguatkan keterlibatan pejabat PTNP-1 Regional-1 dalam ‘perampokan’ lahan HGU aktif tersebut. Antara lain: Pertama, surat peringatan salah alamat, hanya ditujukan kepada Kamiso, bukan DH. Kedua, pemagaran dibiarkan hingga tuntas, baru setelah itu PTPN-1 ‘pura-pura’ bersuara. (zas)