FORUM JAKARTA | Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto angkat bicara terkait rencana pengajuan anggaran belanja pembelian Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) sebesar Rp 1.760 Triliun.
“Ada yang mengatakan ‘oh Prabowo ingin bikin anggaran 1.700 Triliun’. Itupun belum disetujui ya, masih digodok,” ujar Prabowo Podcast Deddy Corbuzier yang diunggah, Minggu (13/6/2021).
Mantan Danjen Kopassus itu menjelaskan, dalam sebuah proses bernegara, untuk melakukan segala sesuatu itu tidaklah mudah. Apalagi untuk mengajukan sebuah anggaran, semua harus direncakan dengan matang, menyesuaikan sistem prosedur dan tata kelola yang berlaku.
“Menteri itu pihak yang teknis. Saya diwajibkan menyusun rencana pertahanan, nah anggarannya berapa saya ajukan, presiden setuju atau enggak. Tapi presiden minta saran ke Menteri Keuangan, bagaimana menteri Bapennas. Nanti ditanya juga ke menteri-menteri lain,” tandasnya.
Seperti diketahui, draf Rancangan Perpres tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Tahun 2020-2024 untuk jangka waktu 5 Renstra atau 25 tahun yang mencapai USD124 miliar atau setara dengan Rp1.760 triliun dengan pinjaman dari luar negeri menjadi polemik setelah terkuak di publik.
Soal anggaran Alpahakam itu, anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan Al Araf meminta anggaran rencana pembelian Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang tengah digodok oleh Kementerian Pertahanan dapat dibuka ke hadapan publik. Adapun nominalnya mencapai sekitar Rp1.760 triliun.
Menurut dia, dalam negara yang menganut sistem demokrasi, sektor pertahanan ditempatkan sebagai barang yang dimiliki oleh publik. Hal itu dikarenakan, tujuan dari keamanan adalah memastikan rasa aman masyarakat.
“Jadi monopoli tentang pertahanan dan keamanan itu bukan hanya ada di aktor keamanan pertahanan misalnya, TNI-Polri dan Intelijen saja, justru dalam negara demokrasi masyarakatlah yang menjadi goals dan tujuan pertahanan keamanan itu,” ungkap Araf.
Berdasarkan pola pikir tersebut, maka semua sektor tak terkecuali pertahanan harus transparan dan akuntabel, serta harus memenuhi prinsip clean government. Menurutnya, tak ada yang namanya kerahasiaan dalam anggaran pertahanan ataupun rahasia dalam kebijakan pertahanan.
“Dalam UU Keterbukaan Informasi Publik hanya hal hal yang terkait strategi taktik dan operasi intelijen dan sebagainya yang menjadi bagian kedaulatan. Tapi anggaran, proses pembahasan seharusnya menjadi bagian yang terbuka,” paparnya.
Sebelumnya Juru Bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak, sempat menegaskan jika anggaran tersebut bukan keputusan final. Dahnil beralasan, Kemhan masih menggodok beleid pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) untuk 25 tahun ke depan. Belum ada angka final yang ditentukan pemerintah. Menanggapi hal tersebut, pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum memberikan jawaban gamblang terkait hal ini. “Nanti akan dijelaskan dirjen anggaran, akan disiapkan media briefing,” ujar Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo.