FORUM ACEH | Ketua DPRK Aceh Tamiang, Suprianto, meminta agar Program Pembangunan Cetak Sawah di Kecamatan Tengulun, kabupaten setempat, bisa sampai pada tahapan fungsional, agar masyarakat petani dapat menggarap lahan sawahnya di areal cetak sawah tersebut.
“Program cetak sawah di Kecamatan Tenggulun itu kan sudah dilaksanakan. Saya berharap agar program itu bisa segera difungsionalkan oleh masyarakat petani di kecamatan itu untuk digarap dan ditanami padi maupun palawija sebagai pendapatan ekonomi petani di sana,” kata Suprianto kepada Forum Keadilan, di ruang kerjanya, Senin (2/8/2021).
Suprianto menambahkan, kendala yang dihadapi masyarakat petani di lahan cetak sawah seluas ratusan hektar itu, yakni lahan itu masih mengandung kadar asam yang sangat tinggi, sehingga masyarakat belum bisa memfungsikan lahan itu untuk dijadikan pengganti mata pencarian sebelumnya sebagai petani perkebunan kelapa sawit.
Untuk mengatasi kadar asam di lahan cetak sawah itu, lanjut Suprianto, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh dan Kabupaten (Pemkab) Aceh Tamiang, diminta untuk melakukan normalisasi parit pembuangan dan membangun sejumlah irigasi di lahan tersebut.
“Ratusan hektar lahan cetak sawah itu, tadinya kawasan perkebunan kelapa sawit milik masyarakat setempat. Untuk mengatasi kadar asam yang terkandung di lahan cetak sawah itu, parit pembuangan harus dinormalisasi dan dibangun irigasi di lahan cetak sawah tersebut, tujuannya agar air yang mengandung kadar asam itu bisa terbuang hingga mengering, sehingga masyarakat bisa menanami padi maupun palawija di lahan itu dengan baik,” kata Suprianto.
Lahan perkebunan kelapa sawit milik masyarakat di Kecamatan Tenggun, Aceh Tamiang, yang kini menjadi lahan persawaan, pada program cetak sawah.
Lebih lanjut dikatakan Suprianto, program cetak sawah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh pada tahun 2019 untuk masyarakat di Kecamatan Tenggulun itu, merupakan program yang baik untuk merubah kebiasaan masyarakat setempat menanam kelapa sawit beralih menjadi menanam padi dan palawija, sehingga program itu bisa lebih meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat petani di kecamatan itu.
Namun bila parit pembuangan tidak dinormalisasi dan bangunan irigasi di ratusan hektar lahan cetak sawah tersebut, sambung Suprianto, tentu masyarakat akan mengalami kendala dalam mengelola tanaman padi dan palawija di lahan itu. Dengan adanya persoalan yang dihadapi oleh masyarakat tersebut, Suprianto berharap agar Pemprov Aceh maupun Pemkab Aceh Tamiang, bisa memberikan perhatian serius untuk menganggarkan dana normalisasi dan membangun irigasi di lahan cetak sawah itu.
“Bila ini dibiarkan, dikhawatirkan masyarakat tidak berhasil untuk menggantikan mata pencarian masyarakat sebelumnya, karena lahan tersebut masih mengandung kadar asam yang sangat tinggi untuk ditanami padi dan palawija. Oleh karena itu, Pemerintah harus segera melakukan normalisasi pada parit pembuangan dan membangun irigasi di lahan cetak sawah tersebut,” ujar Ketua DPRK Aceh Tamiang dari Fraksi Gerindra tersebut.
Senada dikatakan salah seorang kelompok tani di Tenggulun, Wagirin, 50 tahun. Melalui via selular kepada Forum Keadilan, Senin (2/8/2021), Wagirin mengharapkan agar pemerintah bisa menormalisasikan parit pembuangan di lokasi lahan cetak sawah tersebut, sehingga air yang tergenang di lahan cetak sawah itu bisa terbuang dan kadar asam yang terkadung tidak terus mengendap di lahan tersebut.
“Kendala masyarakat untuk menanam padi maupun palawija di lahan itu, ya harus dilakukan normalisasi pada parit pembuangan. Bila itu tidak dilakukan, tentu tidak ada pembuangan pada air yang menggenangi lahan itu. Kalau air tidak bisa dibuang, tentu kadar asam terus bertahan di lahan itu. Dan pasti menjadi kendala bagi masyarakat untuk bercocok tanam di lahan tersebut,” terang Wagirin.
Ditambahkan Wagirin, kadar asam yang mengendap di lahan itu, tentu tidak bisa serta merta bisa ditanami padi. Sehingga, lanjut Wagimin, masyarakat akan terlebih dahulu menanami tanaman palawija untuk menghasilkan pendapatan ekonomi masyarakat petani di kecamatan itu.
Wagirin memprediksikan, untuk menanami tanaman padi di lahan cetak sawah itu, dibutuhkan waktu antara dua sampai tiga tahun untuk masyarakat bisa menanami padi di lahan itu, sebab bila kadar asam masih tinggi, sambung Wagirin, tanaman padi tidak bisa menghasilkan produksi dengan baik, bahkan bisa juga gagal tanam maupun gagal panen.
“Makanya sebelum kadar asam pada lahan itu berangsur menghilang, masyarakat petani harus menanam palawija terlebih dahulu di lahan itu. Dan itu pun tetap harus dilakukan normalisasi pada parit pembuangan. Bila tidak, ya percuma saja, tanaman palawija tidak bisa tumbuh dan berhasil untuk ditanam dilahan cetak sawah itu,” ungkap Wagirin mengakhiri. (Sutrisno)